Lihat ke Halaman Asli

ALIYYA AZRA AMANINA

Mahasiswa Universitas Airlangga

Pemanfaatan Pajak Rokok dan Bea Cukai untuk Penambahan Pembiayaan Kesehatan

Diperbarui: 21 Agustus 2023   22:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di Indonesia terdapat banyak sekali pabrik-pabrik rokok dibangun. Bisa dibilang bahwa Indonesia tergolong negara dengan permintaan konsumtif rokok tertinggi di dunia. Menurut data bedasarkan World of Statistic Indonesia menempati urutan posisi pertama dan memiiliki presentase perokok pria tertinggi dengan 70,5%. Bisa disimpulkan bahwa lebih dari setengah penduduk pria di Indonesia adalah perokok. Seringkali kita melihat baliho tentang bahaya merokok. Tetapi, itu tidak ada harganya dan hanya dianggap seperti angin lalu saja.

Lalu, bagaimana kah tanggapan para masyarakat di Indoensia yang merasa tidak nyaman dengan para perokok? Jawabannya adalah mereka lebih memilih diam dan menghindari lingkungan dari para perokok. Saat ini pabrik rokok di Indonesia sudah mencapai ribuan. Seperti PT. HM Sampoerna, PT. Gudang Garam, PT. Djarum, dan lain-lain. Banyak Perusahaan rokok yang telah tembus ke bursa efek pasar di dunia.

Kementrian Keuangan (KEMENKEU) mencatat bahwa realisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) sebesar Rp198,02 triliun sejak 1 Januari -- 14 Desember 2022. Angka ini meningkat 4,9% dibandingkan pada tahun lalu yang sebesar Rp188,81 triliun. Penaikkan tarif cukai rokok ini akan diberlakukan secara bervariasi untuk golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP).

Jika dilihat dari segi pendapatan hal ini membuka peluang untuk mengambil hak pajak dari perokok untuk penambahan pembiyaan Kesehatan di Indonesia. Mengapa begitu? Karena di Indonesia masih banyak orang yang tidak mampu untuk perika ke dokter atau bahkan medical check up. Ketika pajak rokok dan bea cukai dimanfaatkan untuk penambahan pembiayaan Kesehatan, itu akan menjadi sangat bermanfaat bagi Masyarakat Indonesia yang kurang mampu.

Kemudian, Ketika rokok mempunyai pajak dan semakin tinggi pajaknya maka para perokok akan berpikir ulang untuk membeli rokok tersebut. Faktanya di Indonesia, harga rokok paling murah di dunia. Karena jika kita lihat harga rokok di luar negeri mencapai lebih dari 90 ribu rupiah. Keterkaitan antara harga rokok dan pajak juga membuat para perokok berkurang populitasnya. Pajak rokok dan bea cukai untuk penambahan pembiayaan Kesehatan tentunya menjadi salah satu program jangka panjang karena menjadi investasi untuk negara Indonesia sendiri. Yang kita tahu bahwa jaminan Kesehatan di Indonesia masih jauh dari standar Kesehatan dunia.

Kesimpulannya adalah pemanfaatan pajak rokok dan bea cukai untuk pemanfaatan Kesehatan sangat dan perlu diterapkan di Indonesia. Hal ini sudah saya sampaikan di paragraf 1 bahwa keuntungan dari segi lokasi dan ekonomi bahwa rokok adalah salah satu industry terbesar di Indonesia. Kemudian hal itu berhubungan terhadap kegiatan social Masyarakat yaitu lingkungan seperti di paragraf 2 yang sudah saya paparkan. Pemerintah pun mendukung dan sudah ada pasal terhadap pajak rokok pada pasal 27 ayat 5 undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Kemudian dilihat dari segi kondisi Masyarakat Indonesia yang sangat konsumtif terhadap rokok membuat peluang mendapatkan hasil pajak rokok yang tinggi. Hal ini menunjukkan semakin banyak permintaan maka semakin banyak pula pendapatan Indonesia.

Sebagai penutup dari pendapat pro saya terhadap mosi "Pemanfaatan Pajak Rokok dan Bea Cukai untuk Penambahan Pembiayaan Kesehatan" saya sangat setuju terhadap kebijakan tersebut karena memilik dampak dan hasil yang positif bagi negara Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline