Seiring berkembangnya industri pangan, semakin tinggi pula limbah hasil pengolahan seperti kulit buah dari industri pengolahan jus, ampas kelapa dari industri pengolahan minyak kelapa, ampas kopi dari industri kopi ready to drink dan masih banyak lagi contoh lainnya. Adanya limbah hasil pengolahan industri ini menjadi masalah bagi lingkungan, hal ini disebabkan limbah-limbah hasil pengolahan biasanya dibakar, dibuang atau ditumpuk begitu saja di lahan kosong sehingga menimbulkan masalah baru berupa perubahan iklim akibat efek rumah kaca. Berdasarkan data program Lingkungan PBB (UNEP), Indonesia menghasilkan 20,93 juta ton sampah makanan setiap tahunnya. Produksi sampah makanan Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara, diikuti oleh Thailand, Myanmar, dan Malaysia.
Pemanfaatan limbah industri pangan ini mendukung SDGs nomor 12. Salah satu target SDGs nomor 12 adalah "pada tahun 2030, mengurangi hingga setengahnya limbah pangan per kapita globat tingkat ritel dan konsumen, dan mengurangi kehilangan makanan sepanjang rantai produksi dan pasokan, termasuk kehilangan saat pasca panen". Tujuan dari SDGs nomor 12 ini secara substansial mengurangi produksi limbah melalui tindakan pencegahan, pengurangan, daur ulang, dan penggunaan kembali. Target ini dapat dicapai dengan mengelola limbah-limbah industri menjadi produk atau bahan pangan baru. Pemanfaat limbah ini juga mendukung SDGs nomor 8 (good jobs and economic growth), yaitu mencapai tingkat produktivias ekonomi yang lebih tinggi melalui diversifikasi, peningkatan inovasi teknologi, termasuk fokus pada sektor yang memberi nilai tambah dan padat karya.
Seiring berjalannya waktu, semakin banyak komunitas-komunitas atau masyarakat yang sadar akan dampak sampah bagi lingkungan. Bila saat ini masyarakat concern pada gerakan eco-friendly, veganism, dan organic-food, tidak menutup kemungkinan bila kedepannya masyarakat akan lebih concern pada limbah-limbah hasil industri pangan. Hal ini juga didasari atas penumpukkan sampah industri yang semakin lama semakin bertambah. Tentunya dengan adanya komunitas ini akan mendukung penggunaan produk-produk yang berbahan dasar limbah industri.
Residu industri pengolahan pangan kaya akan senyawa bioaktif yang dapat digunakan sebagai alternatif produk bigas, biofuel, jamur, pakan hewan, antibiotik, dan senyawa kimia. Saat ini limbah industri pangan paling banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak, contohnya onggok yang berasal dari pengolahan tapioka yang sangat berpotensi dijadikan pakan ternak, selain dimanfaatkan sebagai pakan, onggok juga dapat diolah menjadi ragi yang digunakan pada pembuatan tempe.
Peran saya sebagai saintis di masa depan adalah dengan memanfaatkan potensi limbah pengolahan sebagai produk pangan ataupun sebagai bahan intermediet. Limbah-limbah tersebut ada yang memiliki kandungan gizi tinggi sehingga dapat menjadi raw material untuk pengembangan produk baru. Sebagai contoh kulit pisang yang dapat dimanfaatkan menjadi bahan dasar pembuatan kripik dan kue donat (Wakanto et al. 2016), ampas kelapa yang diolah menjadi tepung kelapa kemudian dimanfaatkan dalam pembuatan produk-produk bakery dan bahan pengisi pada produk confectionery (Kailaku et al. 2005). Beberapa jenis limbah industri pangan juga dapat dimanfaatkan sebagai kultivasi jamur yang dapat dimakan, contohnya Pleurotus tuber-regium atau dikenal sebagai jamur tiram. Pleurotus tuber-regium dapat diolah menggunakan batang pisang dan rumput bahia dengan penambahan sekam gandum dan beras sebagai suplemen. Selain itu limbah jagung dapat difermentasi menggunakan khamir untuk menghasilkan produk subtitusi gula, yaitu xylitol.
Selain produk pangan, limbah-limbah ini dapat dimanfaatkan sebagai enzim, bahan antara, dan bahan tambahan pangan seperti pengawet dan antioksidan. Limbah industri memiliki berbagai komposisi yang dapat dimanfaatkan mikroorganisme dalam proses fermentasi sehingga menghasilkan enzim, sebagai contoh pada limbah sekan beras dan gandum digunakan untuk produksi enzim amilase dan glukoamilase dari kapang Aspergillus awamori pada solid state fermentation (SSF) (Ellaiah et al. 2002). Penelitian yang dilakukan Buenrostro et al. (2013) menggunakan ampas tebu, tongkol jagung, batang candelilla, dan sekam kelapa untuk memproduksi enzim ellagitannase. Oil cakes juga digunakan sebagai substrat untuk memproduksi enzim lipase menggunakan Aspergillus ibericus. Beberapa studi melaporkan limbah kulit anggur memiliki senyawa antioksidan terutama senyawa phenolic dan potensinya sebagai antimikroba (Katalinic et al. 2010)
Pustaka
Buenrosto J. Ascacio A, Sepulveda L, De La Cruz R, Prado-Barragan A, Aguilar-Gonzales MA, Rodiguez R, Aguilar CN. 2013. Potential use of diffenet agro-industrial by products as supports for fungal ellagitannase production under solid state fermentation. Food Bioprod Process. 92(4): 376-382.
Ellaiah K, Adinarayana Y, Bhavani P, Padmaja B, Srinivasulu. 2002. Optimization of process parameters for glucoamylase production under solid-state fermentation by a new isolated Aspergillu species. Process Biochem. 38(4): 615-620.
Kailaku SI, Mulyawanti I, Dewandari KT, Syah ANA. 2005. Potensi tepung keapa dari ampas industri pengolahan kelapa. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen untuk Pengembangan Industri Berbasis Pertanian Balai Besar Penelitian dan Pengenmabngan Pascapanen Pertanian. 669-678
Katalinic V. Motina SS, Skroza D, Generalic I, Abramovic H, Milos M, Ljubenkov I, Piskernik S, Pezo , Terpinc P, Boban M. 2010. Polyyphenolic profile, antioxidant properties and antimicrobioal activity of grape skin extracts of 14 Vitis vinifera varieties grown in Dalmatia (Croatia). Food Chem. 119: 715-723.