Hari ini merupakan hari yang bersejarah untuk Rahmat. Ia harus membiasakan diri untuk mandi pagi dan berangkat sekolah layaknya anak-anak yang lain. Segala yang dibawa untuk menuju sekolah, telah ia siapkan kemarin malam.
Pagi ini, aku membuatkan nasi goreng dan dua gelas teh untuk sarapan pagi kami. Terlihat muka bersemangat yang ia pancarkan dengan menggunakan seragam merah putih, sepatu sekolah, dan tas yang serba baru. Aku senang melihat Rahmat telah kembali bersemangat.
"Hari ini, kamu harus jaga sikap dengan guru ya. Gak boleh nakal, dan raih prestasi sebisamu di sekolah." Pesanku layaknya orangtuanya.
"Insya Allah, ya Kak." Jawab ia polos.
Setelah selesai makan, ia dijemput oleh Saiful dan teman-temannya untuk bersama menuju sekolah. Rahmat dengan cepat memegang tanganku dan menempelkan pada wajahnya. Ia meminta salam dariku, aku tersenyum. Rahmat mengucapkan salam untukku dan kubalas dengan salam juga.
Aku mengikuti Rahmat hingga depan rumah, ada Saiful yang menyapaku dengan ramah.
"Pagi, Mas Arkan." Salam ia penuh kehangatan.
"Iya pagi, hati-hati ya. Kalian belajar yang benar, biar bisa menjadi orang pintar mengalahkan Albert Einsten dan Issac Newton." Ucapku menyemangati mereka.
Aku mengira mereka akan tambah semangat, tetapi mereka malah kebingungan.
"Kak, Isak sama Albet itu siapa?" polos Saiful.
"Mungkin nama asli kepala desa dengan nama pak lurah, Pul." Jawab Rahmat lugu.