Lihat ke Halaman Asli

Ali Wasi

Aparatur Sipil Negara

Menggenggam Dunia (2) Sebuah Wasiat

Diperbarui: 29 April 2024   22:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku menggendong bocah berkulit putih menuju rumahnya, ditemani dengan teman sepermainannya. Sesekali bocah itu mengerang kesakitan pada kakinya.

"Adek sabar ya. Sekarang Kakak antar kamu pulang." Jelasku pada bocah yang kugendong.

"Kak, sebenarnya ini bukan pertama kalinya Rahmat keseleo, dia sering sekali. Tapi untuk kali ini saja dia keseleo gak bisa berdiri." Jelas temannya.

Ternyata nama bocah berkulit putih dan berhidung mancung ini bernama Rahmat.

"Kalau Adek sendiri, namanya siapa?" tanyaku pada teman Rahmat.

"Namaku Saiful, Kak. Teman-temanku biasa panggil Ipul, kalau Rahmat biasa dipanggil Mamet. Unik ya, Kak?" tanya Saiful diiringi tawanya.

Aku membalasnya dengan senyum. Sungguh masa kanak-kanak, terlihat dari wajah mereka yang polos tanpa beban kehidupan di wajah mereka.

"Rumah Mamet masih jauh?" isengku untuk bertanya.

"Mau saja ngomong, Kakak sudah tanya. Nah itu rumahnya." Saiful menunjuki rumah yang sederhana dan terdapat kandang ayam.

Aku hanya mengangguk membalas ucapan Saiful. Di rumah tersebut, aku melihat seorang ibu yang sedang menjemur pakaian di pekarangan rumah.

"Itu ibunya Mamet?" tanyaku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline