Pandemi Covid-19 nyatanya memang benar-benar mempengaruhi aspek kehidupan manusia didunia. Seakan tak puas memberikan dampak besar dibidang kesehatan dengan terus meningkatnya jumlah korban positif virus corona, Pandemi ini kemudian berlanjut untuk mempengaruhi aspek lainnya seperti ekonomi, sosial, hingga politik.
Pengaruh yang sangat kentara terjadi pada aspek ekonomi, dimana pandemi ini berhasil memunculkan permasalahan ekonomi dari turunnya harga minyak dunia pada skala global, hingga mandegnya aktivitas-aktivitas ekonomi seperti Industri dan perkantoran akibat pemberlakuan lockdown ataupun pembatasan aktivitas.
Tak hanya itu, banyak negara yang juga memutuskan untuk menutup sementara sektor pariwisata yang berakibat pada turunnya penghasilan negara dari sektor tersebut. Indonesia sendiri juga termasuk salah satu negara yang memilih untuk menutup pariwisatanya, dimana melakukan penutupan 180 destinasi wisata dan 232 desa wisata.
Hal ini otomatis membuat jumlah kunjungan wisatawan di Indonesia menjadi berkurang. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada januari hingga februari hanya sampai pada jumlah 2,16 juta orang atau bisa dikatakan turun sebesar 11,8 % bila dibandingkan dengan periode yang sama pada februari tahun lalu.
Tak hanya itu, Covid-19 juga menimbulkan permasalahan seputar ketenagakerjaan. Berdasarkan data PHRI, per 13 April 2020 tercatat 1.642 hotel dan 353 restoran ataupun tempat hiburan telah berhenti beroperasi. Hal ini kemudian mendorong perusahaan untuk melakukan pemberhentian, Shift, ataupun cuti di luar tanggungan perusahaan.
Pada Aspek sosial, Covid-19 juga telah mempengaruhi relasi dan interaksi yang terjadi diantara masyarakat. Hal ini kemudian memunculkan kerentanan sosial yang ditandai dengan produktivitas yang menurun, terganggunya aktivitas bekerja hingga munculnya tindakan berlebihan yang didasari oleh rasa panik berlebihan.
Masih erat di ingatan kita akan kasus masyarakat yang justru mati-matian menolak jenazah pasien positif, bahkan fenomena ini ternyata tidak terjadi di satu wilayah saja tapi juga terjadi di beberapa wilayah di Indonesia misalnya yang tejadi di Kalimantan Tengah, Banyumas, Bandung hingga Mimika Papua. terjadi pula penolakan terhadap jenazah perawat di semarang yang justru merupakan salah satu bagian dari garda terdepan penanggulangan covid-19.
Tak hanya penolakan jenazah, terjadi pula fenomena Panic Buying alat-alat perlindungan diri seperti handsanitizer, masker hingga bahan-bahan pokok yang kemudian membuat keadaan semakin buruk. Keadaan yang terjadi makin memburuk dengan munculnya berita-berita "pelintiran" yang belum jelas kebenarannya hingga berita-berita yang sudah jelas merupakan hoaks misalnya tentang smartphone dari Tiongkok yang dikatakan dapat menjadi media penularan covid-19 karena telah disisipi virus didalamnya.
Anehnya, dalam merespons berita-berita tersebut masyarakat seakan percaya begitu saja dan langsung menyebarkan sehingga penyebaran hoaks menjadi sangat masif. Hal inilah yang membuat terjadinya tren peningkatan berita hoaks di Indonesia selama masa pandemi ini.
Menurut Menteri Komunikasi dan Informasi Indonesia, Johnny G. Plate sampai tanggal 18 April 2020 telah tercatat 554 isu hoaks yang mana tersebar di 1.209 Platform digital seperti facebook, instagram, twitter hingga Youtube. Adapun pemerintah telah menindak 89 tersangka penyebaran hoaks.
Dari disinformasi yang menyebabkan perilaku berlebihan di masyarakat hingga meningkatnya berita hoaks mengindikasikan bahwa komunikasi yang terjadi khususnya antara pemerintah dan masyarakat belum sepenuhnya berjalan dalam memberikan dan mengedukasi masyarakat terkait covid-19.