Lihat ke Halaman Asli

Nabi Setengah Dajjal

Diperbarui: 13 September 2016   10:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: artoffer.com

Jika tuan berkesempatan membaca kisah ini, maka berlindunglah tuan kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam, agar dijauhkan dari perkara yang bisa menyesatkan tuan. Sesungguhnya penyesatan itu dilakukan dengan nyata, seperti yang akan aku ceritakan kepada tuan dalam surat ini.

Namaku Siti Mariam. Setahun lalu, aku masih menjadi istri nabi akhir zaman. Dia suamiku, telah mendapat gelar Nabi saat usianya tepat empat puluh tahun, enam bulan dan dua belas hari. Sama seperti wahyu pertama yang sampai pada Muhammad. Bedanya, suamiku langsung mendapat bisikan dari Tuhan, tidak lewat pelantara lain.

Aku mempercayai suamiku seorang nabi. Aku rela menikah dengannya demi mengharap syafaatnya di hari kebangkitan. Aku menikah dengannya saat jumlah istrinya sudah empat puluh. Diantara istrinya, usiaku yang paling muda. Umat pengikut suamiku kemudian membandingkanku dengan figur Aisyah, istri Muhammad.

Tuan mungkin bertanya berapa usiaku saat itu? Aku menikah dengan nabi akhir zaman saat beranjak sembilan tahun. Sama seperti Aisyah saat dipinang Muhammad. Yang membedakan, aku mungkin lebih beruntung dari perempuan arab itu. Aku langsung disentuh suamiku setelah kami resmi menikah. Aku sungguh mendambakan keturunan dari sang Nabi.

Tahukah tuan, setahun yang lalu, aku masih menjadi istri seorang nabi akhir zaman. Ribuan pengikut suamiku memberiku julukan ummu mukminin. Mereka bahkan menilaiku lebih baik dari Aisyah, istri Muhammad. Tapi itu setahun yang lalu. Sekali lagi kukatakan, suamiku merupakan seorang nabi akhir zaman.

Apakah tuan tidak percaya dengan pengakuanku? Akulah ummu mukminin akhir zaman, juga kekasih nabi akhir zaman yang turun diantara kalian, bangsa yang sudah tak lagi menjunjung peradaban. Akulah ummu mukminin, istri Rasulullah yang diutus setelah zaman Muhammad yang telah lama berlalu.

Janganlah tuan bandingkan suamiku dengan Muhammad, nabi era lama yang sudah ditinggalkan pengikutnya. Suamiku datang sebagai utusan yang membawa panji-panji Tuhan. Sabdanya adalah sabda Tuhan. Titahnya adalah kehendak Tuhan. Jangan sekali-kali tuan meragukan itu.

Setahun lalu, tuan mungkin masih ingat. Kekeringan melanda negeri tuan. Tidak ada satupun yang sanggup menyudahi kemarau. Negeri ini semakin miskin. Rakyatnya kelaparan. Kejahatan merajalela. Kekacauan terjadi dimana-mana. Mereka yang teguh pada ajaran Muhammad banyak yang menyimpang. Sesat. Saling bunuh dan saling menebar teror.

Saat itu suamiku datang sebagai seorang juru selamat. Di kedua tangannya tergenggam surga dan neraka. Setiap langkahnya adalah suratan Tuhan yang menuntun manusia menuju kebahagiaan. Tuan mungkin lupa, suamiku seorang nabi yang langsung mendapat wahyu Tuhan. Berbeda dengan nabi-nabi sebelumnya. Sangat berbeda.

Nabi akhir zaman kuasa menurunkan hujan. Menyembuhkan mereka yang sakit, bahkan menghidupkan kembali orang yang sudah mati. Tuan jangan menganggap ini suatu sihir ataupun ilusi. Suamiku utusan langsung sang maha pencipta. Di pundaknya terletak Arsy singgasana Tuhan. Aku bersaksi bahwa suamiku merupakan nabi terakhir setelah zaman Muhammad.

Jika tuan tak percaya, aku bersumpah akan menceritakan kebenaran dalam tiap tutur kata yang tersampaikan melalui surat ini. Juga termasuk dialog terakhir suamiku dengan Tuhan yang mendatanginya malam itu. Malam yang penuh dengan perjanjian-perjanjian, malam sebelum tuan presiden memerintahkan pasukan tuan mendatangi kami.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline