Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Sepiring Ketupat Saat Senja

Diperbarui: 13 September 2016   01:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: shutterstock

 Allahuakbar.. Allahuakbar.. Allahuakbar Walillahilhamdu..

Gema takbir masih terdengar berkumandang dari surau dan masjid di dekat rumah Mak Salamah. Nenek tua itu masih berada di dapur, sibuk menyiapkan sejumlah makanan termasuk ketupat dan opor ayam. Lebaran kali ini ia berharap anak-anaknya bisa ikut menikmati masakannya.

Mak Salamah sudah tidak muda lagi. Mempersiapkan satu porsi ketupat dan opor ayam saja lamanya bukan main. Ia tidak segesit dahulu. Matanya juga sudah mulai rabun. Untuk jalan dari dapur ke ruang tamu saja ia harus memegangi tembok, meniti seperti balita yang baru belajar berjalan.

Banyak tetangga yang bertamu silaturahmi memilih pulang tanpa pamit jika Mak Salamah sudah ke dapur. Padahal maksud nenek itu baik. Ia ke dapur untuk mengambilkan makanan, minuman ataupun menyiapkan hidangan alakadarnya bagi mereka yang berkunjung. Mak Salamah biasanya hanya bisa mengelus dada saat tiba di ruang tamu dan mendapati tamunya sudah berlalu.

Dulu sewaktu suaminya masih hidup, rumah Mak Salamah selalu penuh dengan tamu jika sudah lebaran. Tapi sejak ditinggal mendiang suaminya, rumah itu menjadi benar-benar sepi. Dua anaknya yang hidup merantau di kota, juga tak pernah kembali. Bahkan saat lebaran. Kini Mak Salamah seperti terasing di kampung sendiri.

Lebaran kali ini Mak Salamah tak henti-henti berdoa. Ia berharap anak-anaknya bisa datang dan mencicipi ketupat buatannya. Nenek tua itu sengaja bangun dini hari demi merebus ketupat. Dua hari lalu petugas dari masjid membawakannya beras dan sejumlah uang dari pembagian zakat dan sedekah masyarakat.

Tapi hingga menjelang sore, anak-anaknya tak kunjung datang. Mak Salamah hanya bisa tersenyum saat sejumlah tetangganya melambaikan tangan dari pinggir jalan. Lebaran menjadi ajang kumpul bagi keluarga. Mereka terlihat bahagia bisa beriringan berjalan menyambangi handai tolan bersama.

Mak Salamah lantas berjalan masuk. Ia ingin mengambil air wudhu. Waktu sholat ashar sebentar lagi berlalu. Nenek itu belum sholat. Ia harus cepat-cepat. Tapi langkahnya terhenti seketika. Seseorang mengucapkan salam di depan pintu rumahnya. Mak Salamah berbalik. Hatinya senang. Anaknya sudah kembali.

Tergesa-gesa perempuan tua itu menuju pintu depan. Ia sudah membayangkan wajah Idris atau Salim putranya. Tapi Mak Salamah kembali kecewa. Yang datang sore ini bukanlah Idris ataupun Salim. Seseorang dengan baju warna putih dan sorban yang juga putih tengah tersenyum padanya.

"Anak cari siapa? Apa anak petugas dari masjid atau dari mana?" Mak Salamah lantas mempersilakan pemuda itu masuk. Nenek itu selalu ramah pada setiap orang. Secangkir teh ia hidangkan. Pemuda itu hanya tersenyum.

"Mak, duduklah di sebelah saya. Saya datang sengaja untuk menemui Mak Salamah. Saya mau menjemput Mak pulang," ujar pemuda itu lembut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline