Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Perempuan dan Kupu-kupu Jingga

Diperbarui: 13 Agustus 2016   02:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perempuan Kupu-kupu | koleksi Pribadi

Jalanan jakarta masih terlihat sepi. Hanya beberapa pengendara sepeda motor yang  melintas. Bahkan pedagang kaki lima di trotoar juga tak seramai biasanya. Sepanjang rute dari Pasar Minggu hingga Pancoran, praktis tidak ada satupun penumpang yang bisa diangkut. Padahal ini masih kamis. Biasanya di hari kerja, banyak orang yang memilih memakai taksi untuk mengantar mereka bepergian.

Sudah sejak pagi tadi aku keluar pool. Tapi belum ada satupun penumpang sewa yang kudapati hingga siang ini. Benar-benar sepi. Memang beberapa bulan terakhir,  jumlah penumpang taksi cenderung menurun. Menjamurnya tukang ojek dan banyak mobil pribadi yang ikut jadi taksi gelap sangat berdampak pada penghasilan kami.

Taksi kubawa melaju dengan kecepatan sedang. Beberapa kali aku harus ke pinggiran jalan dan melongok saat melewati gang-gang kecil. Berharap satu atau dua penumpang dapat kutemui. Namun hingga memasuki ruas jalanan Gatot Subroto, tetap tidak ada satupun penumpang. Bahkan taksi yang kukemudikan malah disundul sedan dari belakang.

Seorang perempuan. Masih sangat muda. Keluar dari sedan itu dan berusaha meminta maaf. Perempuan muda itu jelas terlihat kebingungan. Body belakang taksi penyok. Aku yakin dia pasti ketakutan setelah tahu kondisinya lumayan parah. Aku sendiri tak mengerti, bagaimana prosesnya hingga bisa penyok seperti itu.

Setelah lima menit mendengar permintaan maaf dan sejumlah alasan dari mulut perempuan muda itu, akupun memaafkannya. Meski ingin meledak marah, namun itu urung kulakukan. Rasanya tidak pantas beradu mulut dengan perempuan. Apalagi ini di pinggir jalan. Akhirnya aku memilih kembali melanjutkan perjalanan. Biarlah persoalan penyok itu aku pikirkan nanti saja.

Dari balik kaca mobil, kulihat perempuan itu masih sibuk menelpon. Entah apa yang diobrolkan. Tapi rasanya, inilah alasan kenapa mobilnya bisa menabrak taksiku. Perempuan itu masih berdiri di tepian jalan dengan ponsel menempel di telinganya saat kunyalakan taksiku. Kulihat dia kembali masuk ke dalam mobil pun masih dalam kondisi menelpon.

Rupanya insiden tabrakan kecil tadi tidak membuatnya jera. Perempuan itu tetap saja menelpon saat mengemudi. Sungguh kelakuan buruk anak muda jaman sekarang.

Matahari mulai terik. Udara pagi yang terasa sejuk perlahan hilang digerus asap kendaraan yang semakin ramai. Tapi insiden ditabrak perempuan muda itu tak jua hilang dari ingatanku. Entah mimpi apa semalam, setengah hari ini nasibku benar-benar sial dan apes.

Roda taksiku terus berputar. Meski beberapa kali berhenti disejumlah titik keramaian, namun hingga matahari sudah tinggi dan sinarnya melelehkan pandangan mata, tidak ada satupun penumpang. Rupanya jika memang belum rejeki, meski dikejar seperti apapun, tetap tidak akan dapat juga.

Setelah berputar-putar dan berhenti untuk mengisi bahan bakar, aku putuskan untuk meminggirkan kendaraan dan istirahat sebentar di bawah pohon rindang. Suara penyiar radio yang sejak pagi tadi menemani perjalanan, perlahan membuatku ngantuk dan beberapa kali menguap.

Namun belum ada satu menit mata ini terpejam, tiba-tiba pintu belakang taksi ada yang mencoba membuka. Dengan sangat terkejut aku langsung menengok ke belakang. Rupanya seorang penumpang sedang berupaya cepat-cepat untuk bisa masuk mobilku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline