Lihat ke Halaman Asli

Apa yang Paling Berharga Bagi Kita?

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seeking you as a precious jewel. Apa yang paling berharga bagi kita? Pasti semua kita akan duduk memikirkan untuk merencanakan dan mematangkan pikiran, ide yang ada di pikiran kita untuk menjalani dan memanfaatkan yang paling berharga versi kita masing-masing.

Saya teringat dengan lemari yang didesain oleh suamiku. Lemari yang sederhana, empat tingkat. Mengingat harta yang akan kami wariskan pada anak-anak kami, buku, yang mulai banyak dan perlu tempat yang layak. Hari pertama, dia mulai membuat disain, menanyakan pendapatku mengenai disain yang dia sudah rancang. Saya diskusi tentang ukuran, biaya dan berapa lama pengerjaan. Dan sesudah kami setuju, dia mulai membeli alat-alat yang dibutuhkan. Dia membeli papan, mulai mengukur papan dan menggergaji papan. Bagianku dan anakku adalah mengecat.

Sesudah lemari berdiri, finishing dengan tutup belakang lemari yang kami pikirkan adalah white board yang sedang tidak berfungsi. Difungsikanlah semua yang ada untuk penghematan dan pencapaian seperti rancangan awal.

Butuh 1 minggu hingga akhirnya lemari itu berdiri. Puas dengan hasilnya. Walau kemudian ada beberapa masukan yang kami lihat bersama-sama supaya hasil akhir lebih baik seperti finishing cat dari cat dasar ke cat yang lebih baik. Tapi dari segi konstruksi bahwa lemari itu telah memenuhistandar . Untuk hal yang sederhana saja dalam hidup perlu waktu yang diinvestasikan, perlu

Semua anak muda pasti sedang memikirkan impian yang paling berharga. Berpikir cara menggapainya. Ordinary people begitu istilah yang sering tercantum dalam situs jejaring social. Yang saya pikirkan dengan ordinary people versi bangsa Indonesia ini adalah bekerja di perusahaan mapan, menikah dan akan menaikkan standar mapan, beranak cucu, memiliki amset pribadi yang biasa seperti rumah, mobil dan asuransi yang akan menguasai pikiran sehingga merasa aman.

Apakah sesimpel itu? Saya pikir kalau tibalah kuesioner pada orang-orang mapan yang sudah memenuhi standar ordinary people itu, apakah kita akan mendapati jawaban puas dan membuat semua yang dimiliki membuat merasa aman. Jawaban ini akan gampang ditemukan hasil searching engine, mereka akan menjawab tidak, belum. Ya, karena standar itu bertambah dan akan terus naik.

Obrolan saya dengan suami tentang orang kaya yang tinggal di negara kaya, mengatakan, saya mungkin memiliki semuanya tapi kalau tidak punya hati mengasihi sesama maka hidup saya kosong. Ungkapan yang dalam. Karena harta hanya akan membuat kita tidak puas, sehingga ingin dan ingin lebih banyak, sehingga hidup hanya untuk mengejar harta. Lalu harta tersenyum,bangga.

Mengasihi sesama, mengasihi seperti Tuhan mengasihi kita. Ungkapan yang menjadi sering diingatkan bagi saya dalam peran saya jadi ibu. Mengasihi anak dengan standar saya, jika hanya dia mencapai, dan mampu mengerjakan aturan yang saya tetapkan. Jika tidak maka ada sanksi. Kejam ya. Sehingga tidak memberi ruang senyum bagi anakku untuk salah, membuat dia harus tampil sempurna sehingga terkesan tidak inovatif.

Anaklah yang akan meneruskan perjuangan kita. Menanamkan nilai kehidupan dan melihat dia menjalani zaman yang tentu akan berbeda seperti yang dialami orang tua. Meneruskan cita-cita, impian yang akan dicapai yang tidak sekedar mengumpulkan harta tapi menjadi lilin bagi orang lain ketika orang sekitar tidak berpengharapan, menumbuhkan, menuntun dan membakar semangat supaya berguna lagi bagi sesama. Perjuangan yang tidak akan berakhir, perjuangan orang tua yang tidak selesai sampai ajal memanggil.

Mari para orang tua, malam ini, isi hati dengan cinta yang dalam bagi anak, kasih yang tulus, rencana yang segar menjalani hari esok, membuat anak kaya dengan nilai-nilai hidup. Mari anak muda yang sedang mempersipkan diri jadi orang tua, bicarakan dengan calon pasangan bagaimana mendidik anak. Mari yang masih single in waiting, menjadi calon-calon pasangan yang terus belajar mengasihi tanpa syarat bagi sesama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline