Dari Loji Gandrung ke Istana Negara
(Analisis Pemberitaan Jokowi Di Media Massa)
Oleh : Ali Sodikin
Pengantar
Tulisan ini menggunakan pendekatan Konstruksi Realitas Sosial. Konsep konstruksionisme pertama kali diperkenalkan oleh Peter L Berger bersama Thomas Luckman yang menghasilkan tesis mengenai konstruksi sosial atau realitas. Konstruksi sosial digambarkan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang dimana individu menciptakan terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami secara subyektif. Menurut Berger (dalam Eriyanto : 2012) realitas itu tidak terbentuk secara ilmiah dan berasal dari tuhan tetapi sebaliknya realitas dibentuk dan dikonstruksi oleh manusia. Setiap orang bisa mempunyai penafsiran yang berbeda-beda tehadap realitas.
Untuk menggambarkan bagaiaman media massa melakukan konstruksi atas realitas sebagai sebuah produk berita, penulis menggunakan pendekatan analisis framing. Secara umum analisis framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas itu dibentuk dan dikonstruksi oleh media. Proses pembentukan dan konstruksi realitas itu, hasil akhirnya adalah adanya bagian tertentu dari realitas yang lebih menonjol dan lebih mudah dikenal.Sehingga khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek tertentu yang disajikan secara menonjol oleh media. Sementara aspek-aspek yang tidak disajikan secara menonjol, bahkan tidak diberitakan, menjadi terlupakan dan sama sekali tidak diperhatikan oleh khalayak. (Eriyanto, 2012)
Ada dua aspek dalam framing menurut Eriyanto (2012). Pertama, memilih fakta/realitas. Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua kemungkinan, yaitu : apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang (exluded). Intinya, peristiwa dilihat dari sisi tertentu. Akibatnya, pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lain. Media yang menekankan aspek tertentu, memilih fakta tertentu akan menghasilkan berita yang bisa jadi berbeda kalau media menekankan pada aspek atau peristiwa yang lain.
Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan sebagainya. Elemen menulis fakta ini berhubungan dengan penonjolan realitas. Pemakaian kata, kalimat atau foto itu merupakan implikasi dari memilih aspek tertentu dari realitas. Akibatnya, aspek tertentu yang ditonjolkan menjadi menonjol, lebih mendapatkan alokasi dan perhatian yang besar dibandingkan aspek lain. Semua aspek itu dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak. Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok, mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas. (Eriyanto, 2012).
Bagian Pertama
Jokowi, Walikota Tak Bergaji