Lihat ke Halaman Asli

Alisatirakza

menulis titik-titik

Tinta

Diperbarui: 16 Desember 2023   15:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku cair tertumpah hitam pekat, mungkin tak juga; biru yang ungu, atau tidak menentu, merah? hijau? Oh menggigil pena di atasku, atas kesenjangan waktu tangan menulisi kertas.

Tinta berkelana atas dirinya, mencarinya yang otentik di bawah kolong ke-megaan Blok M kawula muda; bau, harum, wangi, apapun itu bedanya buk-buku lawas dan tiruan, bukan pula tiruan tapi jiplakan.

Tinta kecewa sebab dirinya tak lewat melainkan samar-samar terpapar di atas kertas buku-buku, baku, kaku, dan semua yang yang berakhiran -ku.

Dia memutuskan menyebrang ke arah sebelah terhimpit sepi lenggangnya Santa. Tapi sayang, yang Tinta tuju, Post Santa buka siang nanti, jadi ia harus menunggu sebentar lama di tengah matinya pedagang-pedagang sejenak -tidur.

Pukul dua Post baru buka, mengirimkan surat-surat yang Tinta menumpang di balik amplopnya. Sayang, Tinta senang di Post Santa namun tak juga menemukannya yang otentik. Yang disini harum, dan berisik jazz.

Abis itu dia lari ke Cikini, naik kereta bawah tanah, melewati sekat-sekat kuburan Jeruk Purut, dan lain sebagainya.

Di Cikini, Bengkel Buku Deklamasi yang ada Tinta hanya bertemu surga dokumentasi buku lawas; harum, wangi, dan kata yang tidak sejenisnya; buku-buku lawas pilihan Eyang.

Harus kemana Tinta pergi?

Tak perlu dipedulikan sebab tinta tak pernah pergi, dia mengikut pergi.

Jakarta, 16 Desember 2023

-Alisatirakza

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline