Nur Alisa
Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ
Pendidikan merupakan sebuah usaha manusia untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang dipelajari dipergunakan untuk kesiapan hidup seseorang untuk menghadapi berbagai tantangan dengan perkembangan zaman dari masa ke masa. Perkembangan zaman yang dipengaruhi oleh proses globalisasi di masyarakat inilah yang juga mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia. Perubahan pendidikan selalu dilakukan perubahan dalam upaya upgrading pendidikan untuk memenuhi kebutuhan dalam menghadapi tantangan di zaman modern ini.
Pendidikan merupakan sebuah hal yang sangat esensial dalam membangun kemajuan suatu negara. Kualitas pendidikan di suatu negara akan berpengaruh pula pada tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia. Dapat dikatakan, jika kualitas pendidikan di suatu negara baik maka kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan pun akan baik. Sebaliknya, jika kualitas pendidikan di suatu negara buruk maka kualitas sumber daya yang dihasilkan pun akan buruk. Hal tersebut karena pendidikan memiliki peran terpenting dalam proses pembentukan diri manusia. Proses belajar melalui pendidikan ini bisa mengubah cara pandang individu dalam kehidupannya.
Pendidikan di Indonesia selalu mendapatkan perhatian lebih oleh pemerintah. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan ditetapkannya beberapa kebijakan pemerintah di sektor pemerintah seperti program wajib belajar, beasiswa kepada masyarakat yang berprestasi dan kurang mampu serta program-program lainnya yang dapat mendokrak peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Perkembangan yang semakin maju tentunya akan berpengaruh kepada pendidikan untuk membentuk siswa ke dalam sebuah pembaharuan. Inovasi-inovasi terhadap kurikulum dilakukan pemerintah sebagai bentuk perubahan yang menjawab berbagai tantangan pendidikan. Di era pasca pandemi Covid-19, Mendikbud Nadiem A. Makarim mencanangkan kurikulum merdeka belajar sebagai kebijakan kurikulum baru. Kurikulum merdeka ini sebagai transformasi pembelajaran yang penting dalam menghadapi situasi dunia yang terus berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Siswa juga harus mempersiapkan diri untuk menghadapi globalisasi usai pandemi karena selama ini menggunakan kurikulum darurat dengan pembelajaran daring.
Kebijakan merdeka ini dilakukan karena berdasarkan penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2019 menunjukkan hasil penilaian pada peserta didik Indonesia hanya menduduki posisi keenam dari bawah; untuk bidang matematika dan literasi, Indonesia menduduki posisi ke -- 74 dari 79 Negara. Dalam menyikapi hal tersebut, Nadiem pun membuat gebrakan penilaian dalam kemampuan minimum, meliputi literasi, numerasi, dan survei karakter. Dalam literasi bukan hanya mengukur kemampuan untuk membaca, tetapi juga untuk mengetahui kemampuan analisis isi bacaan dan memahami konsep dalam buku. Untuk kemampuan numerasi, yang dinilai bukan pelajaran matematika, tetapi penilaian terhadap kemampuan siswa dalam menerapkan konsep numerik dalam kehidupan nyata. Satu aspek sisanya, yaitu survei karakter, bukanlah sebuah tes, melainkan pencarian sejauh mana penerapan nilai - nilai budi pekerti, agama, dan Pancasila yang telah dipraktekkan oleh siswa.
Penerapan kurikulum merdeka perlahan sudah dikembangkan di beberapa sekolah. Tujuan utama Kurikulum Merdeka adalah siswa, sehingga orientasi pembelajarannya berpusat kepada siswa itu sendiri. Sistem pengajaran pada kurikulum merdeka ini juga akan berubah yang awalnya pembelajaran hanya di dalam kelas menjadi di luar kelas. Hal ini dilakukan agar para siswa merasa lebih nyaman dan bisa mengeksplorasi pembelajaran dengan suasana yang baru. Siswa dapat berkomunikasi lebih dengan guru, belajar dengan outing class, dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru, tetapi lebih membentuk karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi, dan tidak hanya mengandalkan sistem ranking yang menurut beberapa survei hanya meresahkan anak dan orang tua saja, karena sebenarnya setiap anak memiliki bakat dan kecerdasannya dalam bidang masing-masing. Nantinya, akan terbentuk para pelajar yang siap kerja dan kompeten, serta berbudi luhur di lingkungan masyarakat. Konsep Merdeka Belajar ala Nadiem Makarim terdorong karena keinginannya menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan pencapaian skor atau nilai tertentu.
Berdasarkan paparan konsep kebijakan "Merdeka Belajar" yang dicanangkan oleh Nadiem Makarim ini berkaitan erat dengan konsep pendidikan yang dikemukakan oleh John Dewey menurut aliran progresivisme. Kedua konsep tersebut tentunya sejajar karena sama-sama menekan adanya kemerdekaan dan keleluasaan lembaga pendidikan dalam mengeksplorasi kemampuan siswa dalam pengembangkan bakat dan potensinya. Dari dua konsep tersebut siswa harus bisa bebas dan berkembang secara luwes dan natural; pengalaman langsung merupakan rangsangan terbaik dalam pembelajaran, giri harus bisa memandu dan menjadi fasilitator yang baik. Aktivitas di lembaga pendidikan dan di rumah harus dapat dioperasikan dengan baik.
Progresivisme menekankan pada demokrasi. Ada lima hal yang dibutuhkan di dalam proses pendidikan. Pertama, pendidik atau guru tidak dibolehkan berlaku otoriter. Pendidik atau guru berperan sebagai fasilitator bagi siswa sebagai subjek didik. Peran pendidik adalah membantu peserta didik dengan sistem Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Pendidik mendampingi peserta didik yang sedang belajar dengan memberikan penghayatan emosional dan motivasi agar siswa berkembang secara mandiri. Kedua, dalam proses pendidikan tidak mengeksklusifkan pada metode yang terlalu fokus pada buku. Hal ini dikarenakan fokus pendidikan adalah peserta didik. Ketiga, tidak menggunakan metode hafalan, karena hafalan hanya membuat subjek didik atau peserta didik bersifat pasif atau tidak aktif. Keempat, pendidikan harus terbuka dengan kenyataan sosial artinya bersikap luwes sesuai dengan kenyataan sosial sehingga pengetahuan pun dapat berubah-ubah. Terakhir, dalam pengajaran tidak diperkenankan menggunakan hukuman fisik. Hukuman fisik akan menimbulkan ketakutan bagi peserta didik sehingga dapat membuat peserta didik berada dalam suasana ketakutan yang mengakibatkan peserta didik tidak berkembang (Ornstein dan Levinne, 1985: 203)
Menurut Dewey (Glassman, 2001) peran pendidikan yang sangat penting adalah mengajar siswa tentang bagaimana menjalin hubungan antara sejumlah pengalaman sehingga terjadi penyimpulan dan pengujian pengetahuan baru. Pengalaman baru akan menjadi pengetahuan baru apabila seseorang selalu bertanya dalam hatinya. Pendapat Dewey menunjukkan bahwa pengetahuan baru akan terjadi bila ada pengalaman baru. Oleh karena itu, semakin banyak pengalaman belajar yang dialami seseorang akan semakin banyak pengetahuan yang dimilikinya.