Lihat ke Halaman Asli

Alir Bening Firdausi

Mahasiswa Universitas Gadjah Mada

Aku, Mesin Waktu, dan Sepotong Keadilan untuk Kekasihku

Diperbarui: 8 Juli 2024   12:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KONGSI

Aku melihatnya. Sosok wanita dengan mata menyala berdiri di tengah kerumunan. Tangannya menggenggam papan bertuliskan tinta merah penuh amarah: “Reformasi Dikorupsi”. Almamater hijau kebanggaan menyelimuti tubuh yang telah basah ditembaki meriam air oleh aparat. Dia berteriak bersama ribuan massa lainnya

“Kami mahasiswa bersumpah, berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan.


“Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan.”

Sosok itu persis seperti yang kulihat dalam selembar foto yang pernah ditunjukkannya kepadaku. Foto yang diambil sebelum demonstrasi dimulai, sebelum semuanya berubah dan melahirkan Adena yang baru—yang tak pernah bahagia bahkan setelah puluhan tahun.

Aku menemuinya di lokasi yang sama seperti yang Adena ceritakan kepadaku. Lokasi di mana aku seharusnya berada untuk menyelamatkannya, membawanya kabur sebelum terlambat. Begitu banyak waktu kukorbankan untuk bisa berdiri di sini, maka aku tak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang hanya datang satu dekade sekali.

“Ikutlah denganku!” seruku setengah menggapai pergelangan Adena yang mungil.

Perempuan berambut lurus itu menatapku dengan curiga. “Kau siapa?”

“Tak penting aku siapa, aku hanya ingin menyelamatkan masa depanmu!” teriakku, putus asa.

“Aku akan tetap di sini!” jawab Adena, teguh pada pendirian. Ah, aku memahami keadaannya. Andai aku jadi dia, aku pun akan begitu. Untuk apa mengekor orang tak dikenal?

“Aku Dimas, suamimu di masa depan. Ikutlah denganku atau kau akan menyesal.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline