Tak terasa hampir empat bulan istirahat menulis di Kompasiana. Bukan berniat pensiun atau gara-gara K-Rewards yang imut-imut. Sama sekali bukan soal itu. Tapi bener-bener soal waktu.
Menjelang akhir semester dan awal semester baru (apalagi awal tahun ajaran baru), pekerjaan menumpuk di sana-sini, dari urusan akademik sampai non-akademik.
Sejak pandemi dan kuliah daring, pekerjaan dosen --dan saya yakin para pengajar lainnya---bukannya berkurang, malah rasanya bertambah. Urusan presensi mahasiswa saja misalnya, dulu tinggal bagikan, ditandatangani oleh mahasiswa (dicek ulang kalau ada yang mencurigakan seperti titip absen), lalu diserahkan kepada pegawai Tata Usaha, selesai. Tapi sejak kuliah daring, input presensi mahasiswa pun menjadi tanggungjawab dosen.
Hal lainnya, sebelum pandemi memang banyak waktu terbuang untuk persiapan berangkat ke kampus. Waktu dibutuhkan untuk perjalanan, selama mengajar, basa-basi dengan mahasiswa, mampir ke ruang dosen, dan bisa 'kabur' untuk mengerjakan hal lain.
Tapi sejak kuliah daring, memang tak ada waktu terbuang untuk perjalanan ke kampus. Tinggal buka laptop atau PC, buka Zoom atau GoogleMeet, selesai.
Tak perlu mandi dulu kalau kuliah pagi karena tak perlu takut mahasiswa kebauan. Modal kemeja atau baju kerah lainnya, langsung on, pakai kolor, sarung, atau celana pendek pun tak jadi soal, hati-hati saja tersorot kamera.
Tapi... rasanya kok persiapan materinya jadi lebih panjang ya. Kuliah luring modal PPT tahun lalu dan cuap-cuap sudah cukup. Pas kuliah daring tak cukup, mendadak harus belajar aplikasi, belajar cara penggunaannya, menyiapkan perangkatnya, siap-siap kuota internet, dan banyak lagi.
Kadang harus mengubah materi ke audio atau bahkan video. Dosen mendadak jadi podcaster juga youtuber. Bukan mau cari subscriber, follower, atau mikir soal monetisasi, tapi demi perkuliahan yang tak garing; karena kasihan mahasiswa, tak semuanya selalu bisa on saat tatapmuka daring. Entah itu karena sinyal, pulsa, kuota, dan sebagainya.
Habis itu ngurusi administrasinya, buat laporan perkuliahan, isi presensi, dan sebagainya. Kalau ditunda-tunda nanti, bisa numpuk dan lebih melelahkan.
Belum lagi pas ujian, baik tengah maupun akhir semester, tak cukup buat soal, digandakan tata usaha, tinggal periksa, tapi harus berpikir bagaimana supaya mahasiswa bener-bener mengerjakannya dengan keringat dan pemikirannya sendiri, nggak copas, apalagi pinjem milik temannya, modal ganti nama dan NIM.