Sudah lama si Sulung, Puput, pengen main badminton gara-gara menonton Uwak-nya di Bandung terampil bertanding. Padahal, Wak Ahen mengalami cacat kaki (sebelah kakinya lebih pendek) sejak lahir.
Wak Ahen yang bekerja sebagai penjaga sekolah di Bandung terampil bermain badminton sejak lama. Ia rajin berlatih dan bertanding di GOR yang tak jauh dari rumahnya. Meski cacat, ia tak pernah gentar menghadapi lawan-lawannya yang normal. Memang bukan bertanding resmi, tapi itu membuat si Puput kepincut. "Uwak saja jago mainnya, masak saya nggak bisa..." katanya.
Saya baru bisa membelikannya sepasang raket akhir tahun lalu. Justru ketika pandemi covid-19 sedang berlangsung. Keinginannya untuk bermain di lapangan umum atau GOR jelas tak mungkin. Hanya sesekali saja saya mengajaknya main di lapangan kampung, itupun jika lapangannya sedang kosong.
Bulan puasa ini. Latihan badmintonnya tak jauh-jauh lagi. Di samping rumah saja. Itupun hanya sore saja, beberapa jam sebelum buka puasa. Ia takut kalau terlalu siang malah bikin capek dan haus.
Latihannya juga nggak berat-berat. Orang Sunda bilang cuma 'tuk-tek' saja alias pukul-pukulan saja, nggak pake smes-smesan. Tujuannya hanya melatih refleks. Keringatnya dikit, tapi bikin buka puasa tambah nikmat.
Saya sendiri hanya menemani, karena sama sekali nggak jago. Mudah-mudahan kalau sudah normal nanti, keinginannya untuk berlatih serius bisa dikabulkan.
Sekarang, ya itu, ikut 'Sleman Open' saja; bermain badminton di tempat yang bener-bener open di samping rumah kami di Sleman. Aman, tak perlu berkerumun. Tapi ya itu, harus ekstra hati-hati, karena lapangannya bukan untuk badminton, lebih cocok untuk offroad. Jadi lupakan dulu gaya 'split' ala-ala Susi Susanti, atau gaya 'ngglosor' ala-ala Jonathan Christie. Bisa-bisa dengkul baret-baret!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H