Ketika seseorang memiliki sebuah pilihan atau masuk sebuah jurusan di perguruan tinggi, pertanyaan yang paling umum ditanyakan adalah, "Kalau masuk jurusan itu, nanti kerjanya jadi apa?"
Beberapa bisa menjawab dengan pasti. Ada yang bisa menyebut banyak profesi. Tapi banyak pula yang kesulitan menjawabnya dengan pasti.
Kalau anak kedokteran sih gampang, jawabannya ya jadi dokter. Kalau anak hukum, kalau nggak jadi hakim, jaksa, pengacara, atau mungkin konsultan hukum.
Lalu kalau anak komunikasi? Sosiologi? Biologi? Fisika? Sastra Indonesia? Arkeologi? Atau bahkan jurusan seperti Tafsir Hadits, Perbandingan Agama, dan sebagainya? Kenapa?
Karena memang tidak semua program studi (prodi) mengarahkan lulusannya pada profesi yang spesifik. Sebagian terbuka, bahkan ada yang sangat terbuka untuk profesi apapun.
Sebuah perguruan tinggi, ketika membuka program studi (prodi) tentu saja mereka berharap agar lulusannya kelak dapat diserap di lapangan kerja.
Pun sebaliknya dengan para mahasiswa. Ketika mereka masuk sebuah program studi atau jurusan, juga berharap mendapatkan ilmu yang ditawarkan dan nantinya dapat bekerja dalam bidang yang sesuai.
Bagi sebagian prodi, kriteria "sesuai" antara ilmu dengan lapangan pekerjaan itu juga beragam, ada yang bener-bener tegas, ada yang abu-abu, atau bahkan banyak pula yang tak jelas alias cair.
Mari kita lihat dulu bagaimana program studi mengarahkan lulusannya pada lapangan pekerjaan. Sebut saja ini sebagai kategori, meski dalam banyak hal tidaklah selalu sebuah garis yang tegas yang tidak bisa dilanggar.
1. Keahlian Spesifik, Profesi Spesifik
Ada banyak prodi yang mengarahkan lulusannya pada keahlian spesifik dengan profesi yang juga spesifik.
Profesi spesifik di sini artinya, tidak ada lulusan dari prodi lain yang diperbolehkan menjalani profesi ini dengan berbagai alasan, terutama dalam hal legalitas atau hukum profesi.