Lihat ke Halaman Asli

Alip Yog Kunandar

TERVERIFIKASI

Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Stalin: (90) Antara Curiga dan Sanjungan

Diperbarui: 25 Februari 2021   21:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Alip Yog Kunandar

Episode Awal:(1) Soso

Episode Sebelumnya:(89) Belajar Tata Kota

*****

Nana atau Natela Gvazava yang menemani Soso ternyata asli Poti, lahir dan besar di kota itu. Jadi ditemani dia saat berkeliling kota itu bukan hanya membuat perjalanannya lebih mudah, tapi juga menyenangkan. Nana mengerti seluk-beluk kota itu, misalnya soal banjir Sungai Rioni, air laut naik yang kadang-kadang naik dan membanjiri daerah pesisir, salju yang menyusahkan warga saat sedang tinggi-tingginya, dan sebagainya.

Nana juga sedikit banyak paham soal sejarah kota itu. seperti halnya Batumi yang dulu sempat dikuasai oleh Otoman, begitu pula dengan Poti. Orang-orang Otoman menguasai Poti sejak tahun 1578 dan menjadikan kota yang masuk dalam Jalur Sutra itu sebagai salah satu pusat jual-beli budak. Diambil alih lagi oleh Kerajan Kartli-Kakheti tahun 1640, dan jatuh lagi ke tangan Otoman tahun 1723. Di bawah komando Puteri Nino, Poti kembali lagi ke tangan Georgia tahun 1809. Perang Rusia-Otoman menyebabkan Poti terjepit dan akhirnya dikuasai oleh Rusia sejak tahun 1828, sampai saat itu. Oleh Rusia, Poti dimasukkan dalam kegubernuran Kutaisi dan ditetapkan sebagai kota pelabuhan tahun 1858.

"Jadi pelabuhan itu baru?" tanya Soso.

Nana menggeleng, "Yaa bangunannya saja yang baru, tapi kegiatannya kan sudah lama. Sebelum Batumi dikuasai Rusia, Poti adalah satu-satunya pelabuhan pintu masuk ke Georgia dari laut. Baru setelah Batumi juga dikuasai baru-baru ini, Poti punya saingan. Karena itulah, Tuan Nikoladze ingin mengembalikan Poti sebagai pelabuhan paling penting bagi Georgia..." jawabnya.

"Kalau sering diperebutkan, apa ada benteng di sini?" tanya Soso lagi.

"Dulu ada, tapi sudah pada hancur..." jawab Nana.

"Kenapa Tuan Niko tidak berpikir membangun benteng lagi?"

Nana tersenyum, "Karena kupikir ia merasa bahwa itu bukan urusannya. Tuan Niko tidak berpikir soal perang. Kalaupun misalnya ada perang, ya itu urusan Rusia..." jawabnya. "Ia lebih berpikir tentang ekonomi. Sudah terlalu lama orang di sini mengurusi perang dan perebutan, sehingga tak berpikir soal kemajuan ekonomi. Itulah yang ingin ia kembangkan!"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline