Tahun 2016, seorang pemuda kelahiran Bolton 21 Maret 1997 meninggalkan akademi sepakbola Bolton. Ia diterima sebagai calon mahasiswa University of North Carolina at Charlotte di Amerika sana. Ia bimbang, antara meneruskan karir sepakbola mengikuti bapaknya, Jimmy Philips, seorang bek yang besar di klub kampung halamannya, Bolton Wanderers, atau berkarir di bidang lain. Setelah pensiun, Jimmy dipercaya menjadi pelatih di Bolton Academy.
Tapi bukannya terbang ke Amerika dan jadi mahasiswa, pemuda ini, Nathaniel Philips, malah belok ke Liverpool, lalu mendaftar bergabung dengan akademi Liverpool. Ia kepincut dengan kedatangan Jurgen Klopp ke klub Merseyside itu. Berharap bisa bertemu, selfie, sukur diangkat jadi anak, anak asuh maksudnya.
Dan gayung pun baru bersambut dua tahun kemudian. 2018 Klopp memanggilnya ke dalam pasukannya. Bukan pasukan inti, hanya pasukan cadangan saja. Tapi Philips tak berkecil hati. Apalagi melihat si Merah mulai dipenuhi bintang dan prestasinya makin menanjak.
Saat Liverpool menuju Madrid untuk bertanding di partai final UEFA Champions League lawan Tottenham Spurs --setelah tahun sebelumnya gagal di Kyev karena takluk dari Real Madrid, Philips diajak ke sana. Ia girang luar biasa. Tapi ia tahu, kesempatan untuk bermain nyaris mustahil. Ada banyak pemain bek tengah Liverpool saat itu; Virgil van Dijk, Joel Matip, Dejan Lovren, dan juga Joe Gomez.
Dan bener saja, namanya bahkan tak masuk daftar cadangan. Van Dijk dan Matip yang bertugas, sementara Lovren dan Gomez menunggu giliran. Tak apa, setidaknya ia ikut merasakan atmosfir pertandingan sebesar itu. Dan akhirnya, ikutlah merayakannya meski tak menyumbang tenaga, sekadar jadi penggenap saat latihan internal.
Pulang dari sana, Philips disodori kontrak oleh Liverpool. Tentu saja dengan senang hati ia segera menandatanganinya. Sayang, pasukan Klopp saat itu sedang berlimpah bek tengah. Selain empat nama senior tadi, ada juga nama Ki Jan Hoever yang juga berposisi sama dengannya.
Philips pun disuruh sekolah dulu oleh Klopp. Ia terbang ke Jerman untuk bergabung dengan VfB Stuttgart yang saat itu bermain di kasta kedua Bundesliga. Lumayan lah, di sana, ia lumayan banyak diberi kesempatan untuk bermain di laga resmi. Tercatat 19 kali ia merumput di sana.
Tengah musim, Liverpool mulai krisis bek, padahal posisi mereka sedang bagus di liga. Ia dipanggil pulang. Senang bukan kepalang. Apalagi tak lama kemudian, dia dimainkan Klopp melawan seteru sekotanya, Everton di laga FA Cup. Menang pula. Tapi habis itu, Klopp berubah pikiran. Ia mengembalikan lagi Phillips ke Stuttgart hingga akhir musim. Tak sempatlah ia ikut perayaan juara Liverpool yang sudah ditunggu 30 tahun itu.
Awal musim ini, Philips kembali ke Anfield. Meski salah satu bek tengah Liverpool hengkang, Dejan Lovren, harapan Philips untuk bermain tampaknya kecil. Masuk pula nama Rhys Williams yang lebih muda darinya. Rhys malah lebih beruntung, didaftarkan Klopp di Liga Champions.
Tapi badai cedera yang menimpa bek-bek Liverpool, mulai dari Van Dijk yang akan absen lama, disusul dengan Joe Gomez, Matip pun kambuh-kambuhan sampai harus menarik Fabinho ke belakang, membuka peluang bagi Philips. Dan kesempatan itupun tiba. 31 Oktober 2020, Klopp secara mengejutkan menurunkannya di laga lawan West Ham. Padahal, Rhys Williams baru saja tampil gemilang lawan Ajax di Liga Champions.
Philips tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Bersama Joel Matip, ia membendung serangan anak-anak asuh David Moyes. Mereka memang kebobolan, tapi akhirnya Si Merah menang 2-1. Setelah itu, penampilan apik Fabinho sebagai bek dadakan membuat jatah mainnya kembali menguap. Sesekali saja ia menjadi pemain pengganti.