Menurut saya, hampir semua orang Indonesia pasti punya pendapat soal drama Korea, tapi tidak semua bisa menceritakan isinya. Premis pertama lahir dari kenyataan bahwa, sudah banyak drama Korea yang ditayangkan di televisi nasional. Ini didukung dengan fakta bahwa, nyaris setiap rumah tangga setidaknya memiliki sebuah pesawat televisi.
Kalaupun tidak, tak sulit lagi untuk mengakses media hiburan rakyat ini, tinggal mampir ke rumah tetangga atau nonton di pos ronda. Premis kedua, karena memang tidak semua orang yang 'tahu' drama Korea akan menontonnya.
Saya masuk dalam kedua kriteria di atas. Tahu drama Korea, tapi tidak bisa menceritakan isinya. Lah, mau menceritakan isinya gimana kalau saya tak pernah dengan sengaja menontonnya!
Sebetulnya, saya punya banyak kesempatan untuk menonton drama Korea, tapi tak pernah mengambil kesempatan itu. Selain siaran TV lokal/nasional, di rumah juga berlangganan saluran TV berbayar. Dan kebetulan, penyedia layanan yang sekarang --setelah tiga kali berganti---menyajikan hampir semua jenis tayangan, dari tayangan anak, olahraga, film, musik, fesyen, berita, dokumentasi, agama, dll.
Tayangan dari Korea, berlimpah. Dari berita, reality show berbagai tema, saluran musik (K-Pop), saluran khusus film box office Korea, dan tentu saja drama Korea tak ketinggalan.
Dari semua itu, lima penghuni rumah, saya, istri, dua putri dan si bungsu (cowok) punya acara dan saluran favorit masing-masing. Si bungsu yang baru enam tahun gemar menonton animasi produksi Korea yang khas, karakter lucu, nyaris tanpa dialog, dan durasi pendek.
Dua kakaknya yang cewek, menjadi penguasa remote TV. Apalagi seharian di rumah karena sekolah 'libur' alias PJJ. Dua gadis cilik itu nyaris seharian mantengin saluran K-Pop, sampai apal lagu dan penyanyinya.
Saya, yang akhir-akhir ini juga lebih sering di rumah, sesekali menonton film Korea. Film ya, bukan drama. Saya memang penyuka film meski bukan movieholic, Indonesia, Hollywood, Mandarin, dan film-film berbahasa non-Inggris dari sebuah channel yang menyajikan film dari berbagai pelosok dunia, sesekali Bollywood alias film India, dan belakangan ya film Korea.
Dari sisi tema, sejauh yang saya amati, film Korea masih kurang variatif. Tema-tema yang paling banyak saya temui adalah dunia spionase (biasa, antara Korsel-Korut), kriminalitas (mafia, polisi, pengacara atau jaksa), kisah cinta (ini mah umum lah), Korea zaman klasik (yang menurut saya masih kalah dengan film Mandarin dari berbagai sisi), dan, nah ini, entah kenapa sineas Korea gemar membuat film dengan tema zombie! Sudah banyak film Korea yang saya tonton menyajikan tema ini. Salah satunya yang paling melekat adalah Train To Busan.
Meski begitu, dari sisi cerita, film Korea punya banyak kelebihan. Kelebihan pertama, menurut saya adalah alur cerita yang naik turun, hingga kadang-kadang menganggap cerita akan usai, ternyata belum.
Saya menganggap itu adegan klimaks, ternyata bukan, turun dulu, konflik baru, baru naik lagi untuk mencapai klimaks yang sesungguhnya. Ini bukan model alur 'normal' model Walter Loban; eksposisi, komplikasi dan konflik, klimaks, revelasi, denoument (ending). Model Loban ini yang paling banyak dipakai oleh Hollywood.