Lihat ke Halaman Asli

Alip Yog Kunandar

TERVERIFIKASI

Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Stalin: (38) Anak Tiri dari Bapak Kandung?

Diperbarui: 4 Januari 2021   10:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

WPAP by Alip Yog Kunandar

Episode Awal: (1) Soso

Episode Sebelumnya: (37) Mak, Aku Mau Dikawinin?

*****

Perjalanan dari Tiflis ke Gori yang dulu terasa begitu lama, sekarang kok kayaknya sebentar banget bagi Soso. Mungkin karena hatinya berontak tak ingin segera tiba di kota kecil tempat kelahirannya itu. Tempat yang biasa ia rindukan, kini terasa menyeramkan. Ada tanggungjawab besar menanti di sana. Ada akhir perjalanan kesendiriannya yang segera berakhir. Ada masa depan yang semakin terasa makin tak pasti.

Sepanjang perjalanan yang sebetulnya lambat itu, Soso merenungi perjalanan hidupnya. Terasa begitu singkat. Masa kecilnya yang tak terlalu membahagiakan. Masa remaja yang dipenuhi petualangan bandel. Masa dewasa yang rasanya masih terlalu mentah. Ia belum benar-benar merasa dewasa.

Usianya baru saja lewat tujuhbelas tahun. Dan di usia itu ia harus mengakhiri kesendiriannya. Memang tidak terlalu muda untuk ukuran saat itu. Cukup. Banyak anak laki-laki lain di kampungnya yang menikah di usianya yang jauh lebih muda, limabelas tahun. Pak Beso yang menikahi Mak Keke saat usianya duapuluh tahun, sudah dianggap terlalu tua. Begitupun Mak Keke yang menikah di usia tujuhbelas tahun, dianggap terlalu terlambat bagi gadis-gadis di zamannya.

Kadang, saat seperti itu, gagasan-gagasan nihilisme yang baru dikenalnya --meski belum utuh---begitu menarik. Memutuskan untuk hidup bebas. Pernikahan menjadi sebuah konsep yang lucu; mengikatkan hidup yang --mungkin---masih panjang dengan seseorang yang lain, melahirkan anak-anak yang menjadi tanggungjawabnya, lalu menunggu saat kematian tiba.

Tapi apa benar nihilisme semenarik itu? Memandang norma sebagai penghalang kebebasan, meniadakan Tuhan yang dianggap tak ada, menafikan agama yang hanya menjadi beban, dan mengumbar nafsu laksana binatang, dan menjalani hidup tanpa tujuan. Que sera, sera [1]; what ever will be, will be bae lah...

Ya mungkin itu asyik. Tapi orang-orang yang dibesarkan oleh norma, disuapi nilai-nilai agama, takkan mudah mengabaikannya dan tiba-tiba menjadi begitu bebas. 

Arkady, tokoh dalam novel Otcy i deti adalah contoh bagaimanapun ia tertarik dengan nihilisme, mencoba menerapkannya, ia pada akhirnya juga menyerah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline