Lihat ke Halaman Asli

Alip Yog Kunandar

TERVERIFIKASI

Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Kalau Punya Duit, Beli Pulau Saja!

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

“Sebetulnya saya sudah males tinggal di Cibangkonol Kang,” kata Jang Rusdi, sarjana perhotelan yang baru saja pindahan dari Bandung ke Cibangkonol setelah di-PHK tempat kerjanya yang bangkrut, pada Kabayan yang membantunya beres-beres rumah. “Saya pernah kerja di Jakarta, sudah lumayan enak posisi saya, gaji lumayan, tapi setres, tiap hari harus ketemu macet, polusi, segala macem lah. Istri saya lebih nggak betah lagi, makanya terus pindah ke Bali. Di Bali juga bosen, terus ke Bandung. Di Bandung rada mending, soalnya masih sekampung. Eh malah dipehaka...” sambungnya.

“Terus rencana di sini mau usaha apa Jang?” tanya Kabayan, “Di sini kan nggak ada hotel, nggak ada restoran, nggak ada tempat wisata...” lanjutnya. “Nggak tau Kang, mungkin saya buka warung makan, saya kan punya kemampuan bikin masakan barat dapet dari sekolah dan kerja di restoran hotel...” jawab Jang Rusdi.

“Ya bisa aja Jang, tapi siapa yang mau beli kalau buka warungnya di sini? Warga di sini mah beli gorenan lima ratus perak aja sudah kemahalan, apalagi makanan bule, sudah harganya belum tentu sampe, lidahnya nggak nyambung, perutnya pasti pada berontak semua...” kata Kabayan.

Jang Rusdi merenung, “Iya juga sih Kang, makanya saya bingung kalau balik lagi ke sini. Mau kerja sesuai dengan keahlian saya,  nggak ada tempat kerja sama pasarnya. Mau balik macul sama seperti ayah saya dulu, sudah nggak ada sawahnya, maculnya juga sudah nggak bisa. Mau bertani nggak punya ilmunya, kalah sama orang sini yang meski nggak sekolah, tapi kalau soal pertanian sudah punya uratnya...” jawabnya.

“Kan Ujang biasa ngurusi wisatawan, kenapa nggak nyari turis supaya berkunjung ke Cibangkonol?” tanya Kabayan. Jang Rusdi mengangguk, “Itu juga sudah kepikiran Kang, besok saya mau keliling nyari-nyari apa yang bisa dijual di sini pada wisatawan..” kata Jang Rusdi.

“Dijual? Jangan pake jual-jualan lah Jang, disewakan saja. Kasian kalo dijual-jualin, nanti orang sini punya apa?” tanya Kabayan. Jang Rusdi tersenyum, “Bukan dijual beneran Kang, bukan kayak jual tanah atau bangunan. Dijual itu maksudnya dipasarkan, kalo dalam dunia pariwisata, bukan barangnya yang dijual, tapi jasanya, pemandangannya, pelayanannya, makanannya...” jawab Jang Rusdi.

Kabayan mengangguk-angguk, “Oooh sugan teh (kirain) jualin tanah atau bangunan kepada bule, kayak orang yang jual pulau itu...” kata Kabayan. “Nah itu, jual pulau itu juga kalo dalam kacamata wisata, bukan pulaunya, tapi keindahannya, apa yang bisa dilakukan di sana. Begitu Kang...” lanjut Jang Rusdi.

“Ah kata berita sih yang ini mah beneran pulaunya yang dijual. Ada pulau di deket Lombok sama di utara pulau Jawa yang dijual...” jawab Kabayan. “Wah, kalau beneran pulaunya yang dijual sih kebangetan pemerintahnya. Sudah jelas aturannya pulau itu nggak bisa dijualbelikan, itu kan urusannya kedaulatan. Masak pulau diperjualbelikan, lama-lama kalau dibiarkan pulau Jawa juga dijual, terus kita mau tinggal di mana, ngontrak?” kata Jang Rusdi.

“Memangnya pulau nggak boleh dijual belikan ya Jang? Kan kalau pulaunya kecil, dua hektar misalnya, kan sama saja dengan beli tanah. Tanah aja bisa beli beratus-ratus hektar kalau mampu, berarti kan pulau juga bisa?” tanya Kabayan. “Ya nggak sama Kang, kalau pulau itu kan ada wilayah lautnya, nah kalo dibeli, terus orangnya mendirikan negara sendiri bagaimana? Padahal ketika sebuah pulau jadi negara, dia nantinya akan punya wilayah laut juga, artinya mengurangi luas wilayah laut kita...” jawab Jang Rusdi.

“Memangnya siapa yang mau bikin negara di pulau kecil yang cuma dua hektar itu?” tanya Kabayan. “Jangan salah Kang, Singapura saja itu cuma pulau kecil, tapi bisa jadi negara yang besar. Ngurusin negara kecil kayaknya malah lebih mudah ketimbang ngurus negara yang luas kayak negara kita ini, buktinya kita yang punya banyak pulau dan banyak kekayaannya, nggak sejahtera juga...” jawab Jang Rusdi.

“Bener juga ya Jang. Kalau gitu, mumpung ada pulau yang dijual, kita beli aja Jang, kita jadikan negara sendiri. Kan enak, Ujang jadi presidennya, saya jadi wakilnya, mentrinya si Iteung sama Neng Isah istri Ujang...” kata Kabayan. Jang Rusdi tersenyum, “Ah si Akang mah ada-ada saja. Kalau ada perang, siapa yang mau ngelawan, berempat saja?”

Kabayan nyengir, “Ya habis seperti kata Ujang, negara ini luas banget, saking luasnya, kita yang di kampung, jauh dari Jakarta nggak pernah diurusi, sepertinya warga negara kita itu hanya orang Jakarta saja. Cibangkonol yang gak jauh-jauh amat dari Jakarta juga dicuekin, apalagi yang di Papua sama Kalimantan sana, jalan aja nggak punya, kan kasian banget...” kata Kabayan.

“Iya sih Kang, tapi itu bukan salah negara, tapi salah yang mengelola negara. Kalau pengelola negara yang nggak bener, bukan berarti kita harus benci sama negara sendiri. Makanya nanti, kalau ada pemilihan pengelola negara, jangan pilih yang cuma mikirin dirinya atau kelompoknya sendiri...” kata Jang Rusdi.

“Memang ada?” tanya Kabayan. Jang Rusdi garuk-garuk kepala, “Nah itu yang susah. Kalau lagi kampanye bilangnya mau berkorban buat negara dan bangsa, tapi kalau sudah jadi, yang diurusin cuma kepentingannya sendiri!” kata Jang Rusdi.

“Makanya Jang, mendingan beli pulau aja yuk, patungan...” kata Kabayan. Jang Rusdi nyengir, “Akang punya duit berapa?” tanyanya.  “Berapa ya?” Kabayan garuk-garuk kepala, “Saya jual jengkol dulu deh, nanti saya hitung duit saya berapa....” katanya. Jang Rusdi mesem.

Jogja, 5 September 2012




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline