Lihat ke Halaman Asli

Alip Yog Kunandar

TERVERIFIKASI

Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Pembajakan Is Not A Crime!

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kerjaan Kabayan untuk menggarap sawahnya harus tertunda beberapa, gara-gara kerbau Ua Barhum lenyap digondol maling yang belum ketemu, padahal kerbau-kerbau itu akan digunakan untuk membajak sawah Kabayan, dan beberapa sawah milik orang lain. Meski nasib kerbau-kerbaunya belum diketahui, hingga nasib si Teje yang dituduh mencurinya masih belum jelas, beberapa hari kemudian Ua Barhum mendatangi Kabayan untuk bertanya kelanjutan orderannya. “Saya sudah menyewa kerbau Haji Sukur untuk kerjaan besok!” kata Ua Barhum. Kabayan pun akhirnya setuju, soal sewa menyewa kerbau, itu urusannya Ua Barhum, baginya yang terpenting sawahnya bisa segera dibajak.

Setelah setuju, keesokan harinya Ua Barhum mulai membajak sawah Kabayan yang nggak terlalu luas itu. Kabayan ikut membantu mojokan (mengerjakan bagian pojok sawah yang tidak terkena bajak), lumayan, ngirit, daripada harus membayar orang lain, toh dia sendiri nggak punya kerjaan lain. “Kalau kerbaunya nggak ketemu lagi gimana Wa?” tanya Kabayan yang sudah bersimbah lumpur dan keringet itu. Ua Barhum yang sibuk mengarahkan dua kerbau sewaannya menjawab tanpa melirik, “Nggak tau atuh Yan, bingung sayah juga. Tapi kalau nggak ketemu ya terpaksa harus beli lagi. Kerbau itu kan modal kerja saya. Tapi ya itu, duitnya yang nggak tau darimana!” jawabnya. “Kenapa nggak beli traktor aja sekalian Wa? Traktor kan bisa dicicil!” kata Kabayan.

Ua Barhum menghentikan kerbaunya sejenak untuk mengelap keringatnya sendiri, “Nggak bisa Yan... sayah mah nggak bisa pake traktor. Kayaknya gimanaa gitu kalau ganti dari kerbau jadi traktor itu..” jawabnya. “Lah apa bedanya, sama-sama buat membajak sawah kan?” tanya Kabayan lagi. Ua Barhum menggeleng, “Beda Yan, beda pisan (sekali). Traktor itu biaya pemeliharaannya berat, harus dikasih minum bensin, mana sekarang katanya bensin mau naik lagi harganya, dibatasi pula. Traktor perlu oli, perlu perawatan khusus yang hanya bisa dilakukan bengkel kalo ngadat. Tapi kalau kerbau, miaranya gampang, tinggal nyari rumput, beres. Rumputnya nggak perlu beli. Sesekali saja beli kalau saya lagi meriang, itu juga harganya murah. Kerbau nggak bakal ngadat, selama kerbaunya dipiara baik dan sehat, ia bakal nurut buat diajak kerja...” jawab Ua Barhum.

Kabayan menyimak omongan lelaki yang sudah berusia lebih dari tujuh puluh lima tahun yang masih terlihat sehat itu. “Kerbau kalau dipiara baik, bisa dikawinin, bisa beranak, kan lumayan. Kalau sudah tua, sudah nggak bisa kerja, ya tinggal dijual buat dipotong, dagingnya mahal. Tapi kalau traktor, mana ada traktor dikawinin dan beranak. Terus kalo sudah lama dipake traktor kan rusak, bangkainya paling dijual loak, harganya murah..” jelas Ua Barhum lagi.

“Tapi kan kerja dengan traktor bisa lebih cepat, sewanya kan lebih mahal, pasti lebih menguntungkan...” kata Kabayan.  “Soal cepat dan mahal sewanya itu memang bener, tapi kan biaya pemeliharaannya juga mahal, dan karena sewanya mahal, nggak banyak orang di kampung kita yang mau make jasanya!” jelas Ua Barhum. “Saya juga punya sawah Yan, saya bisa membandingkan hasil bajakan traktor dengan bajakan kerbau. Bajakan traktor itu memang cepat, tapi hasilnya malah nggak bagus, bajakannya nggak dalam, jadi hanya permukaannya sajah. Beda dengan bajakan kerbau yang lebih dalam dan bagus hasilnya. Kata Jang Ayub penyuluh pertanian itu, semakin dalam bajakan, akan semakin bagus buat tanaman, soalnya tanah yang dibalik dalam, jadi bagian tanah yang masih bagus terangkat ke atas, dan mengistirahatkan bagian tanah atas yang sudah kurang kandungan pitaminnyah (mineral, maksudnya). Nah, kalau hasil bajakan traktor kan nggak dalam, jadi bagian tanah yang dibalik sebetulnya masih tanah permukaan yang sudah capek dan sudah kurang pitaminnya. Terus, karena pitaminnya sedikit, tanaman kita jadi lebih banyak membutuhkan pupuk, kan tambah boros sebetulnya...”

Kabayan mengangguk-angguk paham, dan ia sendiri memang merasakan hal itu, padi yang dibajak pake kerbau, biasanya hasilnya lebih bagus ketimbang hasil bajakan traktor. Ua Barhum kemudian nambahin, “Soal pitamin itu, kerbau juga ikut menyumbang peran. Kalau kerbaunya modol (ngeluarin kotoran), kan jadi pupuk. Kerbau juga nggak bikin pulisi (polusi maksudnya) seperti traktor. Kalau traktor rusak, yang dikeluarin bukannya pupuk, tapi oli yang bakan ngeracunin tanah sama hewan-hewan yang hidup di tanah kayak belut, tutut, ikan kecil, dan lain-lain. Oli juga bisa matiin ular, padahal ular kita butuhkan buat makan tikus yang jadi hama padi....” sambung Ua Barhum.

Kabayan mengangguk-angguk, “Kok Ua pinter sih, kayak penyuluh pertanian saja!” kata Kabayan sambil nyengir. Ua Barhum mesem, “Memangnya petani itu harus bodo terus ya? Memangnya yang pinter itu hanya penyuluh pertanian? Harusnya petani lebih pinter dari penyuluh pertanian, soalnya petani mah praktek langsung, pake pengalaman dan pengalamannya bertambah terus. Tapi penyuluh mah kan hanya dari buku sajah, teori sajah, jarang yang mau praktek beneran. Coba kalau penyuluh itu praktek, atau petani mau belajar, pasti kan hasilnya jauh lebih baik. Yang salah di kita kan, petaninya nggak mau belajar, penyuluhnya nggak mau praktek, jadi sama-sama nggak nyambung!” kata Ua Barhum.

Kabayan nyengir. Ua Barhum melanjutkan, “Kalau petani bodo terus, yang untung itu makelar, ijon, sama pihak lain yang memanfaatkan kebodohan petani. Selama ini kan yang rajin nawarin traktor ke petani kan makelar itu, petani diutangin traktor, bayarnya diambil dari hasil panen. Berapa kali panen, terus lunas, traktornya rusak, suruh ngutang lagi. Mereka juga yang beli hasil panennya dengan harga murah. Kalau begitu terus, kapan kayanya petani?” kata Ua Barhum yang katanya pernah jadi pejuang pembela kemerdekaan itu.

“Kan ada pemerintah sama bulog yang ngurusi itu,” kata Kabayan. Ua Barhum tersenyum rada-rada pahit, “Bulog sama pemerintah itu kadang-kadang lebih kejam dari ijon Yan. Gabah kurang dikit saja nggak mau beli, harus standar lah, kurang ini lah, kurang itu lah. Terus kalau mau jual, mereka nggak mau ngambil ke sini, petani yang harus nganterin ke sana, kan pake ongkos. Mending kalau harganya bener! Terus pemerintah juga nggak bener-bener niat benerin hasil kerja petani. Boro-boro mikirin peningkatan hasil, sedikit-sedikit ngimpor beras. Alesannya petani kita nggak mampu memenuhi kebutuhan nasional!”

“Jadi kumaha (bagaimana) atuh, Wa?” tanya Kabayan. Ua Barhum manyun, “Nanya melulu, bayaran kerja sayah gimana? Jangan diutangin. Saya harus bayar sewa kerbaunya, sekalian nabung buat beli kerbau baru!” kata Ua Barhum. Kabayan cengar-cengir, “Iya Wa, nanti saya minta duitnya sama si Abah!”

Jogja, 24 Pebruari 2012

(In memoriam Ua Barhum yang mengenalkan penulis pada dunia bajak membajak)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline