Lihat ke Halaman Asli

Alipir Budiman

hanya ingin menuliskannya

Hebat!! Peraturan Sekolah Menjadi Mandul Menghadapi Siswa yang Merupakan Anak Guru

Diperbarui: 24 April 2016   17:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Potongan rambut yang berbentuk qoza dilarang di sekolah"][/caption]

Sebuah kenyataan yang sulit untuk dihadapi bagi saya dan teman-teman guru dimanapun, saat menghadapi siswa bermasalah yang justru orangtuanya adalah guru di sekolah itu sendiri. Seperangkat tata tertib dan peraturan sekolah hanya akan menjadi sebuah catatan yang sama sekali tidak memiliki kekuatan apapun, seberapa pun perkasanya peraturan itu di hadapan siswa yang lain, akan menjadi lembaran-lembaran tak berharga begitu berhadapan dengan sang guru yang menjadi orangtua bagi siswa bermasalah tersebut. Tapi, tentu saja, sang guru yang saya maksud di sini, adalah guru yang mengerti akan peraturan tetapi mencoba untuk tidak mengerti.

Inilah yang saya  dan teman-teman saya alami di sebuah sekolah menengah pertama negeri berbasis agama di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan, tempat saya mengajar.

Sekolah tempat saya mengajar, dikenal dengan sekolah yang memiliki tata tertib yang ketat. Perlengkapan sekolah seperti lambang OSIS, badge sekolah, ikat pinggang, kaos kaki, sepatu, juga mesti harus lengkap. Celana panjang untuk laki-laki tidak boleh berukuran kecil (celana pensil), sepatu harus warna hitam semua, baju laki-laki harus lengan pendek. Rambut tidak boleh panjang, dan juga tidak boleh dengan potongan qoza, yakni pendek sebagian, atau tebal sebagian. Bila melanggar, pihak tim Tata Tertib akan bertindak, misalnya memotong rambut yang panjang atau berpotongan ala qoza, juga merobek celana yang sengaja dikecilkan dari ukuran standar.

Membawa HP juga menjadi hal yang sangat tabu di sekolah. Tetapi ini tidak berlaku bagi siswa yang mempunyai kepentingan dan dibolehkan membawa HP ke sekolah, asal sebelum jam pertama dimulai, HP itu sudah dititipkan ke guru piket atau ke bagian kesiswaan. Kalau HP terkena razia, hanya orangtua nya yang boleh mengambil sebagai peringatan pertama. Kalau kejadian membawa HP terulang kembali, maka HP akan diserahkan sesudah kenaikan kelas pada akhir tahun pelajaran. Dari beberapa HP yang dirazia, kontennya cukup mencengangkan. Ada beberapa video tidak layak yang didownload, juga ada gambar-gambar tidak senonoh yang disimpan di memori HP.

Perilaku selama di sekolah juga akan dipantau oleh sekolah. Setiap kali ada laporan, baik itu pertengkaran, perkelahian, ataupun keributan yang mengganggu proses belajar mengajar di kelas, maka bersiap-siaplah akan dibawa ke ruang konsultasi (BP). Bila kejadiannya berulang pada siswa yang bersangkutan, maka pihak BP akan memanggil orangtua untuk mendiskusikan masalah yang dialami siswa.

Beberapa hari tidak turun tanpa keterangan, maka wali kelasnya akan menghubungi pihak orangtua. Bila masih tetap belum turun  juga, maka wali kelas akan sowan ke rumah orangtuanya, sekaligus untuk mengetahui apa latar belakang penyebab ketidakhadiran siswa tersebut.

Apa yang dilakukan pihak sekolah, hanya berusaha untuk konsisten menerapkan peraturan yang dibuat. Tegaknya paeraturan sekolah secara konsisten merupakan faktor pertama dan utama yang dapat menunjang berlangsungnya proses belajar yang baik. Guru-guru tidak ingin siswa, yang notabene adalah sekolah berbasis agama, melewati proses tumbuh kembangnya dengan perilaku yang tidak baik. Di sekolah, adalah sarana bagi mereka untuk belajar. Belajar menuntut ilmu, belajar berinteraksi sosial, dan belajar menentukan masa depannya.

Baik buruknya lingkungan sekolah sebenarnya sangat ditentukan oleh peraturan dan tata tertib yang dilaksanakan secara konsisten. Hanya di sekolah dengan peraturan yang konsisten lah proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan rencana yang ditentukan. Dengan adanya peraturan tersebut, sekolah dapat berfungsi sebagai arena persaingan yang sehat bagi para siswa untuk meraih prestasi yang semaksimal mungkin. Selain itu yang paling penting, dengan adanya peraturan yang dijalankan secara konsisten, sekolah dapat menjalankan perannya sebagai lembaga pendidikan yang mampu meningkatkan kualitas tingkah laku siswa.

Lalu, apakah tata tertib di MTsN saya hanya berlaku bagi siswa yang bermasalah? Tentu saja tidak. Siswa yang berprestasi pun akan mendapatkan penghargaan. Seberapa banyak kejuaraan yang mereka dapat, sebanyak itu pula reward positif akan diberikan oleh sekolah. Selama ini, para siswa yang mengikuti berbagai kejuaraan selalu pulang membawa oleh-oleh berupa tropy dan penghargaan lainnya. Setiap hari Senin seusai apel bendera, mereka yang membanggakan sekolah selalu ditampilkan di hadapan teman-temannya.

Apa maksudnya sekolah selalu memberikan sanksi kepada siswa yang bermasalah, dan memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi? Pemberian hukuman tidak ada bedanya dengan pemberian penghargaan. Antara pemberian hukuman dan penghargaan merupakan respons seseorang kepada orang lain karena perbuatannya. Bedanya, pemberian penghargaan termasuk respons positif, sedangkan pemberian hukuman termasuk respons negative.  Akan tetapi, keduanya memiliki tujuan sama, yakni untuk mengubah tingkah laku seseorang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline