Lihat ke Halaman Asli

Alipir Budiman

hanya ingin menuliskannya

Julius Sitanggang dan Lan Fang, Inspirator Saya

Diperbarui: 24 Maret 2016   13:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Salah satu album yang membuat popularitas Julius Sitanggang melejit yang tetap menjadi koleksiku hingga hari ini."][/caption]Kalau ditanya, siapa sebenarnya inspirator awal yang berperan dalam hidupku? Maka, dialah Julius Sitanggang, yang saat itu menjadi artis cilik terkenal. Album “Balada Si Tua” di awal tahun 82-an yang kudengar dari rumah tetangga yang juga saudara sepupuku telah memunculkan rasa iri dalam hatiku. Anak sekecil itu, bisa menyanyikan lagu dengan nafas dewasa, sangat berbeda dengan gaya Adi Bing Slamet dan Chicha Koeswoyo waktu itu.

Kenapa, kenapa dia bisa? Pertanyaan ini begitu menyesakkan dada ketika kudapati kenyataan bahwa aku hanya seorang anak desa yang mungkin ditakdirkan hanya jadi penikmat saja. Dalam masa itu, aku mulai juga mencipta lagu anak-anak sebagai bentuk keberontakanku sebagai anak desa. Judulnya”Mama” dan “Menyanyi dan Menari” dengan irama yang mirip gaya lagu Julius Sitanggang.

Julius telah memberikan inspirasi buatku. Hingga aku selalu merogoh kocek setiap albumnya muncul. Mulai “Balada Anak Nelayan”, “Tabahlah Mama”, hingga lagu “Entah Sampai Kapan”. Mulai dikenal sebagai penyanyi anak-anak hingga sebagai penyanyi dewasa dengan popularitas mulai redup. Aku tak peduli, karena dia telah memberikanku sebuah inspirasi yang berperan membuatku harus menjadi “seseorang” yang bisa memberikan sesuatu buat orang.

Memasuki masa SMP, aku juga dipengaruhi Lan Fang, penulis cerpen di Majalah Anita Cemerlang. Kenapa Lan Fang? Karena dia adalah pengarang kelahiran Banjarmasin, sehingga latar belakang cerita yang ditulisnya bernuansa Banjarmasin. Masa itu, aku juga mulai menulis cerpen karena pengaruh Lan Fang ini. Aku bertekad dalam hati, mereka bisa, kenapa aku tidak?

Cerpen pertama “Cintaku Tumbuh di Pantai Gosong” selesai kutulis. Seorang saudaraku menertawakan aku yang ikut-ikutan menulis cerpen. Sepertinya ia menertawakan keinginanku menjadi pengarang. Tetapi ketika tiba-tiba di kelasnya ada tugas mengarang cerpen, maka cerpen milikku itulah yang akhirnya dimintanya.

Tak bosan-bosannya aku mengirimkan cerpen ke Anita Cemerlang, tetapi tak satupun dimuat. Pernah kutanyakan dalam surat pembaca di majalah tersebut, redaksi hanya menulis jawaban: Lagi di seleksi tuh!. Kalimat itulah yang selalu dikatakan saudaraku untuk mengolok-olokku saat aku kembali mengetik naskah cerpen.

Dengan tekad bisa seperti Julius dan Lan Fang, aku tak berhenti berkarya. Walaupun cerpenku tak pernah dimuat di Anita Cemerlang, tetapi cerita-cerita miniku dimuat di Majalah Ananda Jakarta dan SKM Simponi Jakarta. Itupun sudah cukup membuat bangga karena di kota kecil Muara Teweh, hanya aku yang sering menerima kiriman weselpos ke sekolah dari penerbit. Dengan motivasi itulah, aku akhirnya bisa menulis di Banjarmasin Post, Dinamika Berita, Kalimantan Post, Surya, Sinar Pagi Minggu, dan juga Jawa Pos.

Pembaca mungkin tertawa, kok Julius dan Lan Fang dijadikan idola. Tapi, itulah kenyataannya. Mereka mengawali karierku dengan memberikan spiritnya, walaupun sampai hari ini, Julius tak pernah membalas surat yang kukirimkan waktu SD (but sekarang sudah ada facebook, jadi bisa berteman dengan Julius).




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline