Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi telah meluncurkan Kurikulum Merdeka yang diberlakukan mulai tahun pelajaran 2022/2023. Bagi satuan pendidikan yang telah siap untuk mengimplementasikan kurikulum merdeka wabil khusus bagi sekolah yang telah ditetapkan sebagai Sekolah Penggerak (SP), maka sifatnya wajib menerapkan kurikulum merdeka. Namun, bagi sekolah-sekolah yang belum siap menerapkannya, dapat memilih salah satu dari tiga alternatif, yaitu pertama menerapkan Kurikulum 2013 secara penuh. Kedua, menerapkan Kurikulum 2013 dengan penyederhanaan dimasa pandemi covid-19 (kurikulum darurat), dan ketiga memilih Kurikulum Merdeka dengan tiga opsi, yakni mandiri berbagi, mandiri berubah, dan mandiri belajar.
Konsep dari Kurikulum Merdeka itu sendiri antara lain adanya penyederhanaan kurikulum dengan memberi ruang kreasi dan fleksibilitas satuan pendidikan dalam pengelolaan pembelajaran. Makna memberi ruang kreasi maksudnya adalah memberikan kesempatan kepada satuan pendidikan untuk berkreasi menciptakan, mengolah, dan memanfaatkan sumber-sumber pembelajaran dengan optimal. Sedangkan prinsip fleksibilitias memberi ruang kepada guru untuk melakukan pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai dengan kemampuan murid.
Konsep Merdeka Belajar memiliki relevansi dengan teori belajar konstruktivistik. Menurut teori konstruktivistik murid membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman bermakna. Dalam pandangan kontruktivisme murid akan berhasil mencapai tujuan belajar apabila murid sendiri berperan aktif dan kreatif menemukan dan mengembangkan gagasannya sendiri dalam proses pembelajaran. Lebih jauh lagi murid harus mampu mengenal dan menemukan cara belajar yang paling sesuai dengan dirinya. Sedangkan peran guru adalah bagimana merancang dan menciptakan situasi pembelajaran yang merangsang murid untuk "mau dan mampu" aktif, kreatif, inovatif dalam mengikuti setiap alur pembelajaran yang sudah di desain guru sedemikian rupa. Dengan demikian peran guru sebagai fasilitator, mediator, dan desainer membuat suasana kondusif untuk terjadinya iklim pembelajaran yang dibutuhkan murid.
Apabila kita menengok kembali kakikat pembelajaran dalam kurikulum merdeka, kita akan menemukan bahwasannya pembelajaran yang dimaksud dalam kurikulum meredeka yang diistilahkan dengan pembelajaran berdiferensiasi sesungguhnya adalah pembelajaran inklusifitas yang artinya sesuai dengan kebutuhan individu murid. Maka, dengan mengimplementasikan kurikulum merdeka seutuhnya berarti mengimplementasikan pembelajaran inklusif.
Masih banyak orang beranggapan bahwa kata inklusif identik dengan peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK). Hal ini diperkuat dengan istilah sekolah inklusi yang berarti bahwa sekolah yang menerima peserta didik berkebutuhan khusus. Padahal apabila kita cermati lebih dalam bahwa stigma inklusi ini tidak hanya terarah kepada peserta didik berkebutuhan khusus saja. Bahwa kita secara manusiawi pada dasarnya memerlukan sebuah pengakuan dan penghargaan atas eksistensi keberbedaan dan keberagaman.
Untuk itu mari mulai saat ini kita mulai terbiasa untuk mengakui segala perbedaan dan keberagaman yang dimiliki oleh setiap individu. Khusunya bagi para pendidik bahwa memahami eksistensi murid sebagai individu yang mememiliki potensi, kebutuhan, karakteristik, kemampuan, dan lain sebagainya yang berbeda-beda patut kita junjung tinggi dengan membuka kesempatan yang sama bagi semua orang untuk mendapatkan hak dan menjalankan kewajiban secara setara. Menempatkan murid sebagai pembelajar yang mampu sukses dengan caranya sendiri menjadi kunci penting dalam proses belajar mengajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H