Lihat ke Halaman Asli

Benang Merah Islam, Berpikir Mencari Kebenaran

Diperbarui: 28 September 2020   09:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Selama pandemi Covid 19 dan menerapkan pola Bekerja dari Rumah, semakin banyak waktu luang yang bisa saya manfaatkan. Mengerjakan pekerjaan rumah, memasak dengan panduan dari Youtube, menanam pohon di halaman, dan mempelajari Islam. Cerita menemukan kebenaran Islam dalam hidup saya yang tidak terduga karena tiba-tiba saja "mantan", bagian dari perjalanan kehidupan saya, menghubungi lewat obrolan Whatsapp. Kami bertukar cerita dan pandangan mengenai pandemi ini dan sampai ke tahap pembicaraan tentang kesendirian saya yang belum menikah. Bagian mengapa saya belum menikah bukan menjadi inti cerita ya, tapi dengan pembicaraan tentang ini, dia mendakwahi saya. Dia orang yang tegas dan sangat rasional pemikirannya. Saya kadang agak sebal dengan orang yang begini karena kerasionalannya kadang kurang peka dengan pemilihan kalimat kalau berbicara, tapi di sisi lain saya sebenarnya penasaran dengan pemikirannya. Saya percaya padanya karena saya mengenal dengan baik kepribadiannya yang rasional, maka apa yang dia dakwahkan saya dengarkan dengan sebagian hati dan pikiran saya mengatakan dia tidak mungkin jahat terhadap saya (hati saya menerima), tapi sebagiannya mengatakan keraguan apakah yang dia katakan memang suatu kebenaran (hati saya menolak). Kebanyakan manusia, jika didakwahi apa yang benar (ibarat yang seharusnya dia lakukan sesuai dengan aturan tapi dia baru tahu aturannya, atau menurut pendapat dia-yaitu pikiran dan perasaannya-bukan seperti itu pemahaman aturannya, atau dia tahu aturannya tapi dia merasa berat melakukannya karena aturannya bertentangan dengan kondisinya), biasanya tidak mau mendengarkan (self defense mechanism). Karena sebenarnya kita takut dinilai salah oleh diri sendiri dan orang lain, dan juga takut berbuat salah karena ada konsekuensinya. Perumpamaannya, mungkin ada yang pernah dengar kutipan seperti ini: "Setelah membaca buku tentang bahaya rokok bagi kesehatan, saya menjadi tahu bahwa merokok itu tidak baik. Maka dari itu, saya berhenti membaca buku."

Semenjak dia mendakwahi saya, saya jadi tiba pada suatu titik kesadaran diri bahwa mindset saya bermasalah. Saya bilang kepadanya terima kasih karena dia telah mengacak-acak otak saya (dalam artian yang positif untuk kembali ke mindset yang benar). Ternyata selama beberapa waktu ini saya berhenti memikirkan agama saya karena disibukkan dengan pekerjaan kantor yang beban kerjanya tinggi dan juga kuliah, pun disibukkan dengan teman-teman di kantor dan kuliah, dan juga pikiran saya terbebani dengan rutinitas perjalanan rumah-kantor-kampus-kost yang membuat saya merasa tidak punya waktu untuk memikirkan tentang agama karena terlalu lelah sehari-harinya. Maksudnya adalah saya merasa cukup dengan ibadah rutin, dan beberapa waktu lalu saya berusaha ingin memperoleh kedamaian spiritual, semacam rasa rindu kepada Allah, dengan menunaikan ibadah umrah dari hasil menabung. Merasa puas, saya berhenti di situ (pun teralihkan dengan urusan lainnya).

Dari kesibukan duniawi itu, saya tidak sempat untuk berpikir dalam tentang ketauhidan, tentang mencari ilmu agama, dan tentang mempertanyakan agama Islam. Setelah dia mengacak-acak otak saya, saya menjadi banyak bertanya tentang agama Islam kepada dia, dan dia mengutip Al-Quran. Dia bilang segala sesuatu harus ada dasarnya, dalam hal ini dasarnya kitab. Ketika dia berbicara A, bukan karena menurut pendapat/persangkaan dia A, tetapi karena kitab mengatakan A, dan A tersebut terbuktikan di dunia (melalui fenomena dan sains). Saya jujur saja sebagai Muslim belum membaca Al-Quran sampai selesai dari awal sampai akhir. Saya pernah membaca arti dari ayat-ayat (tadabbur) sampai beberapa surat saja, itu pun tidak dalam rangka mencari kebenaran, sisanya saya belum tahu dan hanya mendengar apa kata orang di media. Jadi saya banyak tidak tahunya daripada tahunya. Saya akui saya menyedihkan dan merasa malu sebagai seorang Muslim. Ini serius.

Suatu waktu kami sampai pada pembicaraan perbandingan agama. Dia mengirimkan tautan video Mufti Menk yang membicarakan tentang sosok penggambaran Yesus Al Masih (Nabi Isa A.S.) dan bunda Maria (Maryam ibunda Nabi Isa A.S.) dimana Mufti Menk bercerita bahwa suatu hari dia sedang berjalan di trotoar dan seorang anak kecil memanggilnya Yesus, karena sosoknya yang berjenggot dan memakai jubah (pakaian orang Arab) adalah mirip dengan penggambaran Yesus. Kemudian, dia juga mengatakan bahwa dalam penggambaran bunda Maria dalam Kristen diketahui bahwa sosoknya memakai tudung kepala dan baju yang longgar, yang mana kita melihat di sekitar kita wanita Kristen tidak berpenampilan seperti yang tercermin dalam sosok bunda Maria. Setelah saya pikirkan, memang benar adanya seperti itu, bahkan  dulu saya bertanya dalam pikiran saya mengapa teman Kristen saya tidak berpakaian seperti biarawati. Namun saat itu saya berpikir, mungkin saja bagi biarawati itu ada semacam ketentuan dalam agama Kristen bahwa biarawati harus berpakaian seperti itu (memakai tudung kepala) sedangkan wanita kristen selain biarawati tidak perlu. Pemikiran itu berangkat dari pemikiran saya yang pernah mendengar bahwa bagi biarawati terdapat ketentuan tidak diperbolehkan menikah, jadi mungkin saja ada ketentuan khusus juga dalam berpakaian. Dan sudah cukup, saya merasa tidak perlu tahu dan berhenti saja sampai di situ. Buat apa mencari tahu yang tidak ada kaitannya dengan agama saya.

Saya rasa hampir sebagian besar Muslim di Indonesia tumbuh dibesarkan dengan keadaan yang majemuk berkaitan dengan pergaulan sosial dengan berbagai agama, dan bukan apa-apa karena negara kita pun mengakui 5 agama sebagai kepercayaan yang dianut masing-masing individu dengan sila pertama menyatakan Ketuhanan Yang Maha Esa. Keadaan majemuk itu konkretnya, dalam bertetangga, di sekolah, kampus, dan kantor hampir dipastikan kita berteman dengan semua orang dengan kemajemukan tersebut, dari situ kita pun menghindari untuk membicarakan agama. Bahkan terdapat pula ungkapan ambigu bahwa semua agama itu sama (yaitu mengajarkan kebaikan), sehingga kita tidak usah membeda-bedakan. Sesuatu yang patut disyukuri dari perbedaan (kemajemukan) kita dapat hidup berdampingan dan saling menghormati, tolong menolong, dan mencintai. Namun, agama dianggap sesuatu yang tabu untuk dibicarakan secara serius karena dianggap, sekali lagi penekanannya-dianggap, dapat menjadi penyulut perpecahan. Memang sangat sensitif makanya orang cenderung menghindari dan mungkin saja setan ikut bergabung dalam pembicaraan-pembicaraan agama sehingga hal tersebut menjadi sensitif (setan membisikkan emosi negatif dan hasutan kepada hati manusia) sehingga manusia kehilangan sikap rasionalnya (dengan mengedepankan emosional dibandingkan rasional). Pertanyaannya apakah benar agama menjadi jalan untuk perpecahan? Jika kita pikir secara rasional maka jawabannya tidak, kecuali jika kita berpikir secara emosional.

Lanjut lagi, saya menjadi tergerak untuk menonton video ceramah Mufti Menk, tentang kisah-kisah para Rasul. Waktu itu bulan Ramadhan dan saya benar-benar punya waktu yang banyak di rumah untuk menonton, saya merasa bahagia secara spriritual karena saya bisa menemukan da'i yang cerdas seperti beliau yang tadinya saya belum pernah menemukan cerita Nabi dan Rasul yang lengkap dan jelas urutannya serta apa hikmah dari cerita tersebut. Sejak saat itu saya mengerti bahwa nama-nama Nabi dalam Islam ada juga dalam ajaran agama lainnya yaitu Yahudi dan Nasrani dengan ejaan nama yang familiar yakni seperti nama kawan-kawan kita juga, Abraham, David, Yoshua, Yohanes, Jonas, Yesaya, Jacob, Noah dll. Dari menonton video the stories of the prophet oleh Mufti Ismail Menk, saya tersentuh dan terkesan dengan kisah Nabi Ibrahim A.S. Saya mengatakan ini padanya, dan dia menanggapi bahwa kisah Nabi Ibrahim memang ada di dalam 3 agama, yakni Islam, Yahudi dan Nasrani. Namun katanya dia sedih, karena kisah Nabi Ibrahim versi agama Yahudi dan Nasrani ternyata berbeda dengan Islam. Saya terkejut karena baru tahu Nabi Ibrahim dikisahkan dalam 3 agama, dan saya bilang kepadanya saya belum siap mengetahui kisahnya dari sudut pandang agama lain, karena masih terkesannya saya dengan kisah Nabi Ibrahim A.S. Dia pun memberikan tautan video Nouman Ali Khan, yang berisi tentang ceramah/pidatonya yang mengatakan bahwa ketika dia bertanya pada rabbi (istilah yang berarti pemuka agama dalam agama Yahudi) apa hikmah dari kisah Abraham menurut rabbi tersebut, jawaban rabbi tersebut adalah, "Kita jadi belajar dari Abraham bahwa, semakin dewasa (umur) kita, maka kita harus bisa berargumen dengan Tuhan." Bisa dibayangkan betapa out of the box-nya pemikiran yang demikian, yang sangat berlawanan dengan hikmah yang Muslim peroleh dari kisah Nabi Ibrahim A.S. yaitu justru memiliki hikmah (pelajaran) tentang ketundukan atau penghambaan seorang manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa. Rabbi tersebut malah berpikir sebaliknya, yaitu berargumen dengan Tuhan yang dapat diartikan sebagai menantang, tawar-menawar, sampai dengan Tuhan membuktikan di depan matanya.

Saya pun jadi penasaran apakah kisah-kisah Nabi yang lain juga sama diceritakan di agama Yahudi dan Kristen? Karena tentunya kita ingin melihat benang merah dari kisah-kisah Rasul yang terjadi berdasarkan urutan kurun waktu sehingga dapat dikatakan kisah-kisah tersebut merupakan sejarah masa lalu sampai dengan kehidupan saat ini, dimana nama-nama Nabi yang disebut dalam agama Islam, Nasrani dan Yahudi banyak yang sama, tetapi bagian manakah yang berbeda sehingga saat ini umat Islam, Nasrani dan Yahudi menganut keyakinan konsep ketuhanan yang berbeda, padahal awal mula sejarahnya sama yaitu Nabi Adam A.S.

Kemudian melewati lebaran dan Idul Adha, di hari Idul Adha seorang kawan non Muslim mengirimi saya ucapan selamat Idul Adha, sejenak di pikiran saya terlintas apakah kawan saya ini memiliki keyakinan yang sama dengan keyakinan saya sehingga dia mengucapkan selamat Idul Adha. Sebagaimana Muslim meyakini Idul Adha sebagai suatu peringatan atas peristiwa Nabi Ibrahim A.S. yang diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih Nabi Ismail A.S, yaitu anak kandungnya sendiri, dan keduanya dengan sikap ketundukan melaksanakan perintah Allah yang sangat berat itu. Makna peristiwa ini sangat dalam, yaitu sebagai contoh bagi umat Muslim suatu wujud ketaatan Nabi Ibrahim A.S. dan putranya Nabi Ismail A.S. yang berserah diri pada perintah dan ujian Allah, suatu sikap penghambaan manusia kepada Tuhan Penciptanya (menjadikan dirinya sebagai hamba Tuhan). Saya mengetahui hikmah yang indah ini dari video Mufti Menk yang sebutkan tadi tentang kisah Nabi Ibrahim A.S. Allah telah mengujinya dan mengangkat derajatnya sebagai Nabi, dan dari keturunannya dijadikan Nabi dan raja oleh Allah. Kembali pada ucapan selamat Idul Adha tadi, tentu saja membuat saya berpikir apakah kawan saya yang non Muslim berkeyakinan yang sama dengan saya, yang artinya kisah Nabi Ibrahim dan Ismail juga sama di dalam keyakinan agamanya? Dan tentu saja pertanyaan itu tidak saya tanyakan kepada kawan saya sebagai bentuk sikap menghargai, dan saya berdosa jika berprasangka negatif, akhirnya saya membalas pesannya dengan ucapan terima kasih, dan saya meneruskan kegiatan berpikir saya.

Saya semakin ingin tahu lebih jauh, kemudian saya mengajukan pertanyaan, bagaimanakah dengan orang Yahudi? Saya dulu hanya sebatas membaca saja dan kurang begitu paham tentang bangsa Yahudi, dan yang kita tahu sekarang mereka adalah orang-orang Israel, yang sedang memerangi negeri Palestina. Di Al-Quran, nama Yahudi dan Nasrani sangat familiar disebutkan namun untuk memahami lebih jauh dan menemukan benang merah yang menuju kebenaran, saya perlu mencari informasi yang lebih luas tentang Yahudi dan Nasrani. Dia menanggapi dengan sebuah tautan video, tentang seorang profesor Yahudi yang bercerita bagaimana dia bisa menemukan Islam. Saya pun menontonnya, silakan pembaca menontonnya sendiri karena video -video tentang mereka yang mencari kebenaran dan akhirnya memeluk Islam banyak tersedia di Youtube. Di situ lah saya juga menonton video- video dr. Zakir Naik tentang debat, ceramah dan dialog terbuka dengan umat non Muslim dan atheis. Saya tidak bisa berhenti menonton, sekaligus merasa terharu setiap saudara dan saudari non Muslim berdialog dan akhirnya menemukan kebenaran dan bersyahadat. Saya selalu menangis akan momen tersebut dan saya terbawa seperti masuk Islam lagi. Sejak itu pula saya jadi tahu bahwa di luar sana ada orang-orang beriman yang mencari kebenaran, di saat saya sendiri atau bisa saya bilang kami yang Muslim kebanyakan tidak mencari lagi karena telanjur nyaman. Itulah mengapa Allah selalu memanggil manusia dengan sebutan wahai yang beriman. Karena beriman itu tidak sesederhana sekadar beribadah saja tanpa keyakinan (tauhid) yang kuat di dalam hati, pikiran dan perilaku kita. Makna beriman sangat dalam, bahwa kita benar-benar menyembah satu Tuhan Yang Esa, hanya kepada-Nya kita bergantung, tidak beranak dan tidak diperanakkan, tidak ada yang setara dengan Dia dan tidak bisa dibandingkan dengan apapun.

Di dalam video dr. Zakir Naik juga membicarakan sains sebagai bagian yang terdapat dalam Al-Quran. Meskipun Al-Quran bukan buku yang berisi ilmu sains, namun Al-Quran berisi tanda-tanda Tuhan (signs). Ayat-ayat dalam Al-Quran juga ketika diuji secara scientific menyatakan tidak terdapat kontradiksi di dalamnya. Jika dilakukan studi perbandingan agama berdasarkan kitab sucinya, tujuannya adalah mencari persamaan dalam agama-agama, bukan perbedaannya. Melalui video dr. Zakir Naik yang membicarakan tentang kesamaan (makna) ayat-ayat Al-Quran, Bible, dan Wedha, dr. Zakir berujar bahwa semua kitab mengatakan hanya satu Tuhan yang berhak disembah, yaitu Allah, dan kitab-kitab tersebut mengandung ayat yang menubuatkan kedatangan Nabi terakhir sebagai utusan Allah, yaitu Nabi Muhammad SAW. Subhanallah, saya menangis takjub atas kuasa Allah yang menciptakan teka-teki dan kebenaran ini dengan maksud agar manusia mencari tahu tentang Tuhan. Saya semakin berpikir lagi, jika benar ayat-ayat itu ada di dalam kitab (Bible), mengapa umat Kristiani berkeyakinan yang lain, karena jika pesan/firman yang sama di dalam Bible logika kita mengatakan seharusnya keyakinan umat Kristiani adalah Tuhan Yang Satu, hanya Allah, dan Yesus bukanlah Tuhan melainkan Nabi utusan Tuhan, dan juga meyakini adanya Nabi penutup yang membawa kabar gembira (yang disebut penghibur dalam Bible) yang datang setelah Yesus yaitu Nabi Muhammad SAW. Dan dari video dr. Zakir Naik tersebut saya juga jadi tahu bahwa sebenarnya dalam Bible dikatakan bahwa makan babi haram, minum alkohol haram, wanita harus memakai tudung kepala kalau tidak maka rambutnya dicukur habis, bersunat bagi laki-laki, beribadah dengan cara bersujud seperti yang dilakukan Yesus. Hal-hal ini dapat dikatakan sama seperti yang dilakukan Muslim dalam ajaran agama Islam. Namun yang menjadi pertanyaan saya, mengapa seakan ajaran itu hampir sebagian besar umat Kristiani tidak mempraktikannya? Jawaban yang saya dapatkan ialah karena ajaran/doktrin Gereja yang lebih ber-"kiblat" ke perkataan Paulus tidak sama dengan ayat Bible, dan terdapat pula kanonisasi Bible (ada 4 author) dan juga revisi Bible, serta terjemahan Bible dengan beberapa versi yang berbeda. Saya pun menemukan ternyata di luar negeri penelitian seperti tesis yang membahas kontradiksi Bible bahkan buku-buku zaman dahulu yang ditulis oleh orang Barat yang membahas tentang ini pun ada. Saya minta maaf harus mengatakan ini tetapi saya benar-benar serius mencari tahu atas dasar pertanyaan saya sendiri ketika memikirkan penyaliban Yesus, yaitu jika benar Yesus menurut Bible mati disalib untuk menebus dosa umat Kristiani, maka di manakah kuburannya. Saya berpikir di dalam Islam saya menganalogikan dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW, tahun lalu saya melaksanakan ibadah umrah dan berziarah ke makam beliau di Madinah yang disebut Raudhah, yang merupakan bagian dari Masjid Nabawi. Di Madinah juga terdapat makam keluarga Nabi yang dipelihara oleh pemerintah Arab Saudi untuk kepentingan umat Islam (ziarah dan napak tilas). Saya mencoba mencari tahu dengan mengetik di google, di manakah makam Yesus, dan saya mendapati informasi yang kurang meyakinkan (karena cerita yang simpang siur, misalnya tokoh perempuan yang diceritakan yaitu Maria Magdalena masih belum terang benderang siapakah wanita ini), silakan pembaca mencobanya sendiri untuk mencerna informasi yang tersedia dan berpikir dengan pikiran seorang yang beriman kepada Tuhan (jauh dari mengingkari dan mendustakan Tuhan).

Di sisi lain mengenai Yahudi yang saya ingin tahu kebenarannya, saya menonton sebuah video tentang konspirasi uang, dan sejarah keluarga Rothschild. Dulu, saya pernah membaca dalam Al-Quran terjemahan, di bagian belakangnya tertulis sejarah umat Yahudi yaitu anak-anak Nabi Yaqub A.S. yang berketurunan banyak dan disebut Bani Israel. Dalam Al-Quran, Allah mengutus Nabi kepada kaum Bani Israel agar mereka beriman. Namun kenyataannya sebagian dari mereka tidak juga beriman dan selalu mengingkari Allah, permisalannya mereka meminta Nabi untuk mengatakan (berdoa) kepada Allah agar Allah menurunkan/menunjukkan mujizatnya kepada mereka, jika Allah mengabulkannya maka mereka berjanji akan beriman, tapi setelah itu mereka tidak juga beriman dan berpaling, malah meminta yang lebih dari itu. Pada saat Allah memerintahkan Nabi Musa A.S. untuk menyeru kepada Bani Israel untuk memasuki wilayah (tanah Syam) dan berperang dengan tujuan untuk menjadikannya tempat tinggal dan mengelola kehidupan di wilayah itu, mereka menolak ajakan untuk ikut berperang dan menyuruh Nabi Musa sendiri (dan Allah) yang berperang, jika Nabi Musa A.S. telah berhasil memenangkan peperangan (atas pertolongan Allah) dan memasuki tanah tersebut maka kemudian mereka barulah akan ikut tinggal di situ. Saat ini seperti yang kita ketahui bangsa Israel yang disebutkan dalam Al-Quran dan juga Injil adalah nyata adanya, dan mereka saat ini memerangi penduduk Palestina (yang beragama Muslim) untuk menguasai wilayahnya yang menurut mereka adalah tanah yang dijanjikan oleh Tuhan untuk mereka. Penduduk Palestina pun di sana sedang berjihad yaitu mempertahankan wilayah tempat tinggal mereka terutama mempertahankan Masjidil Aqsa jangan sampai berhasil dikuasai oleh Israel karena jika penduduk Palestina menyerah maka negara Israel akan menjajah dan menjadikan negara tersebut beragama Yahudi. Ini adalah satu tanda yang nyata dan kita bisa ikuti perkembangan beritanya bahkan Muslim Indonesia pun turut menyumbangkan hartanya untuk membantu penduduk Palestina sebagai usaha untuk berjihad harta di jalan Allah. Kembali ke cerita keluarga Rothschild, mereka adalah keturunan Yahudi yang merupakan tokoh legendaris pembuat sistem uang dan perbankan yang saat ini kita tahu sistemnya berlaku dan diterapkan secara global (seluruh dunia). Sebelum menonton video yang biasa disebut dengan "teori konspirasi" ini di Youtube, saya sudah pernah membaca buku tentang sejarah uang yang berjudul Satanic Finance. Judulnya mengerikan ya, tapi saya penasaran karena saya kuliah dan bekerja di bidang akuntansi sehingga bagi saya pengetahuan tentang uang dan sistem ekonomi perlu saya pahami. Mungkin pembaca bisa mencari tahu sendiri nantinya, namun saya hanya ingin mengulas sedikit tentang kejadian uang dan sistem perbankan yang saya tahu dari teori ekonomi yaitu awalnya dari barter berubah menjadi uang kertas, kemudian adanya bank yang berfungsi menyimpan uang (dalam bentuk tabungan dan deposito nasabah) dan menyalurkan uang (dalam bentuk kredit pinjaman kepada nasabah). Di dalamnya ada uang yang berbunga yang kita sebut riba. Di sini saya berpikir, jika berpedoman pada teori ekonomi menurut ahli ekonomi A, menurut ahli ekonomi B, dan lainnya memang semuanya bisa dijelaskan menurut pendapat/teori masing-masing. Namun di mana benang merahnya untuk menjawab teka-teki Yahudi, yang ada dalam Al-Quran bahwa Yahudi itu memusuhi Islam (sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang terhadap kamu sampai kamu mengikuti agama mereka-Al-Quran surat Al-Baqarah). Dalam cerita tentang keluarga Rothschild, mereka memiliki tujuan untuk menguasai perekonomian dunia melalui sistem perbankan, bagaimana awalnya uang kertas diciptakan sesungguhnya tidak sesederhana kalimat yang diajarkan di sekolah dulu "dari barter kemudian alat transaksi berubah menjadi uang kertas". Dan pahit memang ketika menyadari bahwa awal uang kertas tercipta itu karena riba, yaitu dengan meminjamkan emas kepada seseorang yang membutuhkan dan memintanya kembali dalam periode beberapa waktu kemudian dengan jumlah yang ditambah nilainya. Pada saat itu saya merasa tidak ada yang salah dengan hal ini, namun yang membuat saya tersadar adalah ketika mencoba mengubah untuk berpikir di sudut pandang/posisi si kaya satu-satunya, jadi permisalan kita punya 10 emas, kita pinjamkan ke masing-masing orang 1 emas kemudian setahun setelahnya kita minta masing-masing mengembalikan 2 emas, kita jadi makin kaya tanpa harus bekerja keras. Dan bandingkan jika kita pinjamkan dari 10 emas itu hanya ke 2 orang saja yaitu masing-masing 5 emas, kemudian kita minta mereka mengembalikan masing-masing 6 emas setelah setahun. Kira-kira lebih untung yang mana kah, meminjamkan ke 10 orang atau ke 2 orang? Keuntungan 10 emas pada kasus 1, dan keuntungan 2 emas pada kasus 2, sebenarnya adalah angka yang awalnya tidak pernah ada dan diciptakan sendiri oleh si kaya, karena sesungguhnya dia hanya punya 10 emas. Pola pikir materialistis seperti inilah yang menjadi dasar menjalankan sistem riba. Dan Allah secara terang-terangan melarangnya, yang baru saya sadari karena ini merupakan bentuk sifat ketamakan bagi si kaya memanfaatkan pihak yang lemah untuk menumpuk kekayaan yang akhirnya juga bisa menguasai pihak yang lemah yang ketergantungan pada orang kaya ini. Tanpa kita sadari ini terjadi di dunia dengan adanya World Bank dan IMF, juga lembaga internasional lainnya yang menyaru sebagai organisasi pemersatu bangsa untuk mewujudkan perdamaian dunia, yaitu PBB. Dari menonton video konspirasi tersebut yang paling saya rasa pahit adalah katanya keluarga Rothschild yang memprakarsai The Fed kemudian didukung World Bank dan IMF ini sangat senang untuk memberikan pinjaman kepada negara-negara (pemerintah, bukan swasta) karena negara memiliki jaminan untuk membayar utangnya, yaitu dengan menggunakan pajak yang dibayar oleh rakyat. Sehingga hampir dipastikan World Bank tidak akan rugi jika memberikan pinjaman kepada negara, justru negara-negara di dunia lah yang akan terus bergantung padanya. Betapa jahatnya pikiran mereka, dan semuanya makes sense, Yahudi menginginkan ini semua karena tujuannya adalah New World Order. Mereka ingin menjadikan seluruh dunia menjadi satu pemerintahan di bawah komando Yahudi yang beribukota di Israel. Untuk itu mereka berkonspirasi dengan setan, karena memang bagi keyakinan Yahudi sang mesias (penyelamat) yang mereka tunggu-tunggu kedatangannya adalah Anti-Kristus. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline