Lihat ke Halaman Asli

Alin Pujayanti

Mahasiswa Manajmen

Lampet dawuhan: Memahami Kearifan Lokal dalam Ritual Pemanggil Hujan

Diperbarui: 1 Januari 2024   21:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tradisi Lampet Dawuhan adalah tradisi yang dilakukan di Desa Dawuhan, yang terletak di Kabupaten Teemanggung, jawa Tengah, Indonesia. Tradisi Lampet Dawuhan ini merupakan bagian dari warisan budaya dan kearifan lokal masyarakat Desa Dawuhan yang sudah dilakukan secara turun-temurun. Dawuhan sendiri adalah sebuah Tradisi yang brasal dari kalangan para petani yang dipercaya sebagai ritual pemanggil Hujan.Masyarakat setempat mempercayai tradisi tersebut sebagai sarana untuk dapat berinteraksi dengan roh-roh baik (lelembut). Menurut kepercayaan Masyarakat setempat, Tradisi ini merupakan warisan yang diturunkan oleh leluhur merea secara turun-temurun.Ritual Lampet Dawuhan sendiri biasanya dilakukan saat musim kemarau tiba, Melalui ritual tersebut, Masyarakat setempat meyekini ritual tersebut dapat membantu para petani dengan memberikan sumber air yang mengaliri sawah Masyarakat desa agar tetap melimpah dan menghasilkan hasil panen yang baik.

Jika melaksanakan rutual ini dengan sungguh-sungguh warga Masyarakat Dawuhan meyakini bahwa Tuhan akan mengabulkan permohonan mereka, dan akan menurunkan hujan yang mereka butuhkan. Untuk melaksanakan Tradisi Lampet Dawuhan, Masyarakat Desa berkumpul di tempat yang sudah ditentukan, dalam melaksanakan Tradisi Dawuhan warga Desa juga membawa persembahan yaitu berupa sesaji. Sesaji biasanya diletakkan disetiap sudut desa, Sungai, dan tempat-tempat yang warga Masyarakat Dawuhan anggap keramat. Isi dari sesaji tersebut biasanya ada nasi tumpeng, ayam ingkung, nasi golong, kemenyan, telur ayam kampung, bunga dan lain-lain, bunga yang digunakan biasanya adalah kemang setaman yaitu meliputi: bunga kantil, regulung merah dan putih, sedap malam, luncari putih dan malam. Biasanya sesaji tersebut di Doak an terlebih dahulu oleh pemimpin adat atau sering disebut Sesepuh Desa. Makanan tersebut disantap oleh Masyarakat desa setelah proses doa dan pemberkatan selesai.

Menurut pandangan islam terhadap tradisi-tradisi seperti ini diperbolehkan selama tidak ada praktik-praktik yang bertentangan dengan ajaran dan akidah islam. Namun, pandangan islam dapat berbeda-beda tergantung pada penafsiran dan pandangan setiap individu dan menurut ulama. Namun Islam di Indonesia sejauh ini sudah banyak mengadopsi budaya-budaya yang ada di Indonesia, terutama budaya jawa. Seperti Sunan Kalijaga yang mengadopsi wayang kulit untuk sarana menyebarkan agama islam. Dan Sunan Bonang yang menggunakan alat musik berupa Bonanag, yaitu alat music berbentuk bulat dan ada tonjolan ditengahnya. Berbunyi nyaring dan merdu jika dipukul sehingga membuat Masyarakat penasaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline