Harga minyak goreng selangit emak-emak meringis
Oleh
Alin FM
Praktisi multimedia dan Penulis
Ironis memang, Indonesia dikenal dengan perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia harus mencicipi harga minyak goreng selangit. Akhirnya banyak emak-emak meringis dan memilih menyajikan masakan ala rebusan atau stemboat. Tapi tetap saja, bahan pangan yang satu ini masih menjadi primadona dapur untuk menggoreng aneka masakan.
Bak tikus lumbung padi, peribahasa yang menggambarkan betapa kayanya Indonesia akan perkebunan kelapa sawit namun tidak merasakan gurihnya harga minyak goreng. Minyak goreng yang sering digunakan emak-emak adalah minyak crude palm oil (CPO). Bahan pangan yang terbuat dari kelapa sawit yang diproses dan dimurnikan sehingga bisa menggoreng aneka masakan. Miris bukan, kenaikan harga minyak goreng diawal bulan November ini memperberat anggaran belanja emak-emak di tengah pandemi saat ini
Dari situs resmi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, Selasa (8/11/2021), secara nasional minyak goreng kemasan bermerk 1 tembus Rp 18. 250 per kilogram.Angka ini naik sebesar 1,11 persen atau Rp 200.Kemudian untuk komoditas minyak goreng bermerk 2 dibanderol Rp 17.750 per kilogram. Angka ini telah naik sebesar 0,85 persen atau Rp 150 per kilogram.
Solusi mengemuka adalah usulan penghentian ekspor minyak sawit mentah atau CPO (Crude Palm Oil ), dinilai tidak akan membuat harga minyak goreng turun. Karena Kenaikan harga CPO dunia disebut menjadi alasan utama melonjaknya harga minyak goreng dalam negeri. Meskipun Indonesia adalah produsen crude palm oil (CPO) terbesar, sayangnya, sebagian besar produsen minyak goreng tidak terintegrasi dengan produsen CPO sehingga tidak bisa menentukan harga jual dalam negeri.
Industri yang terpisah ini, membuat produsen minyak goreng harus membeli dengan harga patokan dunia. Para produsen minyak goreng dalam negeri harus membeli CPO sesuai dengan harga pasar lelang dalam negeri, yaitu harga lelang KPBN Dumai yang juga terkorelasi dengan harga pasar internasional.
Sejatinya, masalah mendasar yaitu adanya sistem ekonomi neoliberal yang digunakan untuk mengelola komoditas kelapa sawit. Harga ditentukan oleh harga internasional. Terlihat adanya permainan harga yang mengendalikan harga minyak goreng yang satu ini yaitu kaum kapitalis global. Jelaslah, ekonomi neoliberal hanya menguntungkan para pemilik modal dan tidak berpikir pada hajat hidup masyarakat.
Mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) neoliberalisme, merupakan aliran politik ekonomi yang ditandai dengan tekanan berat pada ekonomi pasar bebas, disertai dengan usaha menekan campur tangan pemerintah, dan konsentrasi kekuasaan swasta terhadap perekonomian.
Disinilah kita memahami kenapa sistem Ekonomi neoliberal yang mengatur pasar bebas bisa mempengaruhi harga minyak goreng di pasar. Ketika harga minyak CPO di pasar internasional mengalami kenaikan maka di harga minyak CPO di Indonesia ikut naik. Karena pasar bebas yang berlaku di negeri ini. Walaupun Indonesia memiliki segudang perkebunan kelapa sawit. Inilah buah dari sistem ekonomi neoliberal, emak-emak harus harga minyak goreng selangit di perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia ini.