Di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang memberikan dampak besar pada kondisi perekonomian Indonesia, pemerintah dengan diam-diam menyusun rencana pemindahan ibu kota negara yang tentunya memakan biaya besar-besaran. Besarnya dana yang dibutuhkan pembangunan ini yakni mencapai angka 466 triliun rupiah, lantas dari manakah dan bagaimanakah pemerintah menyelesaikan proyek besar ini? Rencana pemindahan Ibu Kota tersebut dilakukan dalam rapat yang diselenggarakan pukul 00.15 WIB dini hari, dalam rapat tersebut telah ditetapkan bahwa Ibu Kota Indonesia akan dipindahkan dari Jakarta ke Kalimantan, dengan nama baru yakni Nusantara, pemerintah mengatakan bahwa keputusan tersebut telah dipertimbangkan dengan matang, padahal keputusan pemindahan ibu kota ini dilakukan dengan kurun waktu yang singkat. Hal ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan serta keraguan masyarakat akan pemindahan ibu kota, terlebih keputusan ini bukanlah suatu perkara kecil yang tentunya akan memberikan dampak dalam jangka panjang dan skala yang luas.
Masyarakat Kalimantan Timur mengatakan bahwa mereka merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan tersebut, bahkan mereka mengatakan bahwa pemerintah tidak pernah memberi tahu secara musyawarah. Masyarakat setempat mengetahui rencana pemindahan ibu kota ini sebatas melalui media sosial dan televisi. Kepala Suku Paser Balik mengatakan bahwa tidak pernah diajak berunding atau bersosialisasi akan ditempatkannya ibu kota baru ini, padahal Suku Paser Balik merupakan suku terdekat dari area ring satu. Perlakuan-perlakuan tersebut menjadi salah satu alasan keraguan masyarakat dan penolakan pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur, karena masyarakat pun tidak ingin nantinya dibelakangi dan disingkirkan, terutama oleh 'perampok-perampok' berdasi. Mereka tidak yakin dapat bersaing dengan pendatang dan pada akhirnya hanya akan menyebabkan nasib mereka seperti beberapa masyarakat Ibu Kota Jakarta saat ini yang tidak memiliki pekerjaan, bahkan tidak memiliki tempat untuk berlindung.
Bapak Irsan Noor, Gubernur Kalimantan mengatakan hal yang bertolak belakang dengan pernyataan atas hasil wawancara yang telah dilakukan oleh tim Mata Najwa. Gubernur Kalimantan ini mengatakan bahwasannya "masyarakat di sana sangat suka dan senang karena tidak mengganggu masyarakat, lahan yang disiapkan tanah negara tidak ada miliki masyarakat", padahal Bapak Irsan Noor mengatakan bahwa dampak konsekuensi dari pemindahan Ibu Kota belum disampaikan kepada masyarakat, dari hal tersebut patut dipertanyakan, apakah masyarakat benar-benar antusias dalam pemindahan ibu kota, seperti yang telah disampaikan oleh Gubernur Kalimantan?
Luas wilayah pembangunan IKN sebesar 180.965 hektar menurut data Bappenas tahun 2019 silam, Gubernur Kalimantan Timur, Bapak Irsan Noor mengatakan bahwa ia menjamin pembangunan IKN tidak akan menyentuh tanah masyarakat. Data tahun 2020 pembangunan IKN diperluas hingga 256.142 hektar, wilayah tersebut bukanlah ruang kosong, sebagian besar wilayah telah dikuasai oleh sejumlah perusahaan pemegang konsesi lahan dan perluasan ini menyebabkan area Batubara PT Kutai Energi dan PT Perkebunan Kaltim Utara I akhirnya masuk area IKN. Tentunya hal ini menimbulkan ketakutan masyarakat Indonesia akan adanya tukar guling antar elit dari pembangunan hingga pengelolaan ibu kota baru. Dalam artian pemerintah tidak bisa memberikan keuntungan untuk dirinya sendiri dan masyarakat secara bersamaan, saat ini pemerintah memberikan keuntungan untuk dirinya sendiri, dengan demikian keuntungan tidak masyarakat dapatkan.
Dapat dibuktikan bahwa tukar guling antar elit dalam proyek IKN memang benar adanya, secara tidak langsung permainan ini telah dimulai dari awal perencanaan pemindahan ibu kota hingga pengelolaan nantinya. Hal demikian lah yang membuat pemerintah secara diam-diam merencanakan pemindahan ibu kota dalam rapatnya dan tidak melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Ternyata ketakutan-ketakutan bukan saja hadir dari masyarakat melainkan dari elit politik, yakni ketakutan akan terhambat dan kegagalan aksi tukar guling mereka di proyek besar IKN.
Dapat disimpulkan bahwa pemindahan Ibu Kota yang disepakati dengan kurun waktu yang pendek, bukanlah sebuah solusi atas segala permasalahan yang tengah terjadi di negara Indonesia, hal ini hanya akan menimbulkan permasalahan-permasalahan dan beban baru yang secara terus-menerus menguntungkan elit politik dengan memiskinkan masyarakat Indonesia.
Dana sebesar 466 triliun rupiah seharusnya dapat menjadi modal untuk memulihkan perekonomian Indonesia dengan dialokasikan untuk menghidupkan perekonomian Indonesia yang sedang terpuruk. Jika IKN diperuntukan untuk seluruh masyarakat Indonesia, maka pemindahan Ibu Kota tidak akan dilakukan dengan gegabah, namun pemerintah mengambil keputusan secara gegabah, jadi IKN bukan diperuntukan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Seharusnya pemerintah membenahi permasalahan-permasalahan di Kalimantan terlebih dahulu dengan memulihkan layanan fungsi alam, memberikan pendidikan yang setara kepada masyarakat Kalimantan, dan terpenting melakukan dialog dengan masyarakat serta mendengarkan aspirasinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H