Lihat ke Halaman Asli

Menyikapi Konten Negatif pada Media Sosial TikTok dengan Pemahaman Literasi Media

Diperbarui: 6 November 2023   18:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Baru-baru ini, TikTok telah menjadi salah satu aplikasi yang tengah populer dan banyak digunakan oleh pengguna media sosial di Indonesia. Pengguna TikTok terbesar berasal dari Amerika Serikat dengan jumlah mencapai 122,05 juta, disusul oleh Indonesia dengan sekitar 99,79 juta pengguna. Setiap tahun, tren baru selalu muncul di TikTok dan cepat menyebar menjadi viral yang nantinya menarik perhatian pengguna untuk mengikuti trend tersebut. Tren ini berupa tren musik, hashtag, tarian, gaya berpakaian, tantangan, dan bahkan cara pengeditan postingan yang menjadi tren di platform ini.

Begitu banyak video hiburan yang tersedia di TikTok, dan dengan cepatnya perubahan tren serta penyebarannya, membuat sulit bagi para pengguna untuk melepaskan diri dari daya tarik TikTok. Hal ini berdampak pada penurunan aktivitas pengguna di banyak platform media sosial lainnya, karena saat ini TikTok mendominasi perhatian pengguna media sosial. TikTok menjadi salah satu platform media sosial favorit karena memberikan akses ke beragam informasi dan konten, yang dapat berdampak positif atau negatif tergantung pada minat, kebiasaan, dan riwayat penelusuran pengguna sendiri.

Melalui algoritmanya, TikTok mampu menyajikan konten yang sesuai dengan minat pengguna melalui FYP (For Your Page), tanpa memandang usia. Ini menjadi perhatian penting, terutama bagi orang tua yang memiliki anak di bawah umur atau remaja yang masih dalam tahap perkembangan dan rasa penasaran yang tinggi. Cukup dengan gawai, seseorang dapat dengan mudah dan bebas mengakses berbagai informasi dari seluruh dunia tanpa adanya batasan, selama memiliki akses internet, hal inilah yang menjadi kekhawatiran. Konten yang bersifat positif yang dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentunya tidak menjadi suatu masalah namun sebaliknya, jika digunakan untuk mencari hal-hal negatif tentunya akan membawa dampak buruk juga bagi mental dan pola pikir anak.

Terdapat beberapa konten sensitif atau negatif di tiktok yang sering masuk FYP (Four Your Page), bahkan beberapa konten yang masuk FYP terkadang dari luar negeri yang jelas memiliki perbedaan culture budaya, perbedaan budaya dalam konten yang berasal dari luar negeri dapat memicu konflik nilai dan pemahaman yang salah di antara pengguna. Ketika kita terus-menerus melihat konten yang mewakili nilai-nilai budaya yang berbeda, tanpa pemahaman yang cukup, kita bisa saja merasa bingung atau bahkan tersinggung, hal ini dapat memperburuk pemahaman lintas budaya dan menghambat kesempatan kita untuk berdialog dan berbagi pandangan yang berbeda. Jika terus dibiarkan untuk masuk dalam halaman rekomendasi meskipun itu konten negatif, maka kita akan dengan mudah mengaksesnya dan lama kelamaan kita akan menerima kehadiran konten tersebut sebagai yang normal.

Beberapa konten tik tok yang sempat viral dan muncul di FYP ini mulai dari keberanian kaum LGBT untuk speak up atas keberadaan mereka dan menuntut pembenaran atas tindakan tersebut dan hal ini cukup berlarut-larut muncul di FYP yang selalu viral dan banyak ditonton, hal ini tentu dapat berbahaya dengan menggiring opini seseorang ataupun anak yang sedang dalam fase peralihan yang mencari identitas diri. Selain konten berisi LGBT terdapat konten lainnya yang melanggar norma keasusilaan seperti menggunakan pakaian yang sangat minimalis sehingga menunjukkan area-area vital   baik perempuan ataupun laki-laki, dan hal ini diikut oleh beberapa pengguna tik tok untuk dapat menarik lebih banyak penonton, dan ada beberapa tren lainnya yang memiliki dampak negatif yang saat ini dapat dibilang lumrah karena masih sering muncul di beranda.

Banyaknya konten negatif yang ada di media sosial seperti yang telah dijelaskan diatas yaitu pada tik tok kita perlu menanamkan pemahaman tentang literasi media, baik anak-anak maupun orang tua. Hal ini bertujuan agar mereka dapat secara cerdas memilah konten media dan mampu menganalisis isi media dengan sudut pandang yang lebih kritis. Ketika kita berbicara tentang konten yang kurang baik, literasi media membantu anak-anak untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan menjadi konsumen media yang cerdas. Sementara bagi orang tua, pemahaman literasi media memungkinkan mereka untuk segera bertindak ketika menemukan konten yang tidak sesuai untuk diakses oleh anak-anak mereka.

Dalam hal ini, tidak hanya menjadi suatu tanggung jawab individu saja, akan tetapi platform seperti TikTok juga harus berperan aktif dalam menjaga kualitas konten yang masuk ke FYP. Kebijakan ketat terkait dengan konten yang sensitif dan tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya Indonesia harus diterapkan dengan tegas. Selain itu, perlu ada upaya untuk meningkatkan pemahaman tentang literasi media di tingkat masyarakat yang lebih luas. Mengingat dampak besar dari media sosial, terutama pada generasi muda, penting bagi kita semua untuk berkolaborasi dalam menciptakan lingkungan digital yang positif dan mendidik pengguna tentang cara berinteraksi dengan konten secara bijak. Hanya dengan pendekatan ini kita dapat mengurangi dampak negatif dari konten yang merugikan dan memberikan pengalaman yang lebih bermanfaat bagi semua pengguna media sosial.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline