Lebaran kali ini kami tidak mudik, jadi tak bisa bercerita tentang kemacetan lalulintas yang sensasional. Kali ini kami tetap di Jakarta sehingga bisa menikmati jalan-jalan protokolnya yang lengang. Bahkan pusat-pusat kesemrawutan seperti di sekitar pasar Tanah Abang pun, lengang.
Setelah puas berputar-putar keliling kota yang sepi, selanjutnya kami menuju pusat keramaian. Tepatnya di lokasi wisata sejarah Jakarta, Kota Tua. Lanjut ke Masjid Istiqlal untuk menunaikan shalat dzuhur sambil "leyeh-leyeh" sebentar sebelum melanjutkan perjalanan ke alam fantasi "Jurassic Word Fallen Kingdom" arahan Juan Antonio Bayona.
Kota Tua merupakan kota pertama di Jakarta yang di antaranya pernah dibangun VOC pada abad 16 setelah menghancurkan kota Jayakarta yang dibangun Fatahillah, panglima perang dari kesultanan Islam Demak, pada abad 15. Sebelum Fatahillah mengganti nama kota menjadi Jayakarta, wilayah itu dulunya bernama Sunda Kelapa yang menjadi bagian dari wilayah kekuasaan kerajaan Hindu Pajajaran.
Inilah wilayah yang sangat strategis sehingga banyak pihak merasa berkepentingan untuk menguasainya, tak terkecuali VOC di bawah komando Jan Pieterszoon Coon pada abad 16 yang kemudian mengganti Jayakarta menjadi Batavia dan menjadikannya sebagai kantor pusat VOC Hindia Timur.
Nama Batavia dipilih JP. Coon untuk menghormati leluhur mereka yang bernama Batavieren. Sedangkan penduduk Batavia disebut "Batavianen", kemudian disebut sebagai suku "Betawi" yang merupakan keturunan dari berbagai etnis yang tinggal di sana sejak lama.
Ada banyak bangunan tua di Kota Tua. Di antaranya adalah gedung bekas Balaikota Batavia yang sekarang menjadi Musium Sejarah Jakarta. Di bagian paling bawah gedung ini terdapat penjara bawah tanah. Di lantai pertama terdapat ruangan luas yang di kanan-kirinya dihiasi lemari kaca besar dan sangat tinggi, ada juga lukisan besar tokoh VOC yang telah berusia 200 tahun lebih, dan di tengah ruangan terdapat meja besar dengan sejumlah kursi. Boleh jadi, dari sini dahulu para kompeni Belanda berembuk mengatur siasat untuk menguras kekayaan bumi Nusantara.
Sejarah telah mengajarkan banyak hal, baik kejayaan maupun kehancuran. Era VOC memang sudah sangat lama terkubur zaman. Namun kelicikannya, yang semula tampak menawarkan kerjasama dagang dan pada akhirnya menjelma menjadi monster monopoli yang bernafsu menghisap seluruh kekayaan bumi nusantara.
Bisa jadi dapat kita temukan hingga saat ini dalam wujudnya yang berbeda. Bahkan ada "wujud voc" yang lebih mengerikan namun sulit disadari dan dikendalikan karena bisa jadi ia telah bersemayam dalam diri kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H