Lihat ke Halaman Asli

Ali Mustahib Elyas

TERVERIFIKASI

Bacalah atas nama Tuhanmu

Jakarta Macet, Apa Sebenarnya Sumber Masalahnya?

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Kemacetan lalu lintas sudah jadi masalah klasik di Jakarta. Tapi hal ini sekaligus bisa jadi indikator paling kasat mata tentang seberapa hebat para pengelola ibukota negara ini. Bahkan ketika Jakarta dipimpin gubernur nyentrik macam Jokowi dan gubernur "gila" macam Ahok, ternyata belum banyak yang bisa dibuktikan untuk mengurai 'benang kusut' kemacetan.

Beberapa waktu lalu ada yang pernah memprediksi Jakarta akan lumpuh total akibat kemacetan kalau persoalan ini tidak segera diatasi. Prediksi itu mulai terasa akan benar-benar terjadi sekarang dan boleh jadi beberapa waktu ke depan. Saya ikut merasakan tanda-tanda kemacetan sejak melintas di jalan kecil menuju rumah yang berjarak 300 meter saja. Sebab jalan menuju rumah itu telah dijadikan para pengguna kendaraan bermotor, terutama mobil pribadi, sebagai jalan pintas menuju jalan raya berikutnya.

Mengingat masalah kemacetan Jakarta yang semakin tak terkendali, saya kira pemerintah DKI Jakarta sudah waktunya untuk membuat aturan yang lebih tegas. Misalnya melarang penggunaan mobil pribadi karena terbukti kendaraan ini lebih banyak berpenumpang 1 atau orang saja. Bukankah ini namanya perampasan hak pengguna jalan raya lainnya? Mereka harus dipaksa untuk menggunakan kendaraan umum. Konsekuensinya tentu saja pemerintah DKI Jakarta harus menyediakan fasilitas ini dengan baik. Terjamin segi kemananan, kenyamanan, dan mudah ditemui sehingga calon penumpang tidak perlu menunggu terlalu lama.

Kelihatannya sederhana. Tapi sudah berapa lama hal itu belum bisa dilakukan? Apa sesungguhnya yang terjadi dan menjadi masalah sehingga kemacetan ibukota terus terjadi dan semakin parah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline