Puisi : Lelaki yang Dikutuk Jadi Nelayan Seumur Hidupnya
Di tepi teluk yang tenang ini
Ada yang janggal dan ajaib
Hujan turun di bulan Maret.
Ketika malam kian pekat
Sebuah perahu tak berpenghuni
Berlayar sendiri
Bertolak dari pesisir
Menuju ke bagian teluk lain
Yang masih terlihat dari sini
Meski terhalang kabut-kabut.
Pada perahu yang tak lazim itu
Menyelinap seseorang yang hitam legam
Pakaian kumal, wajah kusam
Sepertinya, Ia dikutuk menjadi nelayan
Seumur hidupnya.
Entah apa yang merasuki
Hingga ia enggan menapakkan kaki
Di daratan yang ramai.
Orang-orang mengenalnya sebagai
Lelaki tulen penuh maskulin
Sebelum semuanya itu berakhir.
Ketika pada sebuah senja yang hujan
Seorang punggawa datang menghampiri
Meminta dengan nada sopan
Agar ia merelakan satu-satunya pohon kembang
Tersimpan rapi di geladak
Yang telah di tanam
Disiram, dirawat bertahun-tahun
Penuh harapan
Teman dalam setiap pengembaraan
Lalu kini mekar hendak di ambil orang.
Ia gamang dalam perasaan penuh kekalutan
Pembesar itu datang dengan sejumlah hulubalang
Menawarkan dua pilihan;
Merelakan kembang
Atau
Kehilangan pencaharian.
Balikpapan, 20 Maret 2022
Ali Musri Syam Puang Antong
Puisi Sebelumnya: Syair Waktu
Puisi Pilihan: Menunggu Kau Kembali
Puisi Pilihan Lainnya: Hakikat Sepi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H