Betapa Kota Ini Pernah Begitu Mempesona
Pernah Aku begitu candu menghirupnya, jangankan saat pagi, ketika siang, sore dan malam hari sekalipun. Aku seperti sakau hendak mencium aromanya setiap detik; kebersihan, kesejukan, keheningannya. Tapi itu dulu, ketika ia masih perawan, masih suci, belum ternoda oleh tangan-tangan durjana, otak-otak serakah, bandit-bandit berdasi. Kini, harum wangi tubuhnya telah lenyap oleh waktu dan deru-deru mesin. Kini ranum molek badannya telah usang oleh masa dan hiruk pikuk hutan yang memerah, membara.
Pernah Aku begitu kalap memandangnya, hingga membuat aku jatuh hati terlalu dalam. Saat pertama kali mendaratkan kaki di kota ini. Kecantikan dan kelembutan wajahnya begitu mengagumkan. Nyaris tak ada noda-noda mengitarinya, tak nampak bintik-bintik menggerayanginya. Tapi itu dulu, ketika ia masih terjaga kemurniannya, sebelum tercederai oleh gaya hidup orang-orang kota, egoisme para warga, pudarnya kesadaran orang-orang waras. Kini, keindahannya nampak pudar oleh para penikmat dan pengagumnya sendiri ( Kita ).
Balikpapan, 21.09.2021
Ali Musri Syam Puang Antong
Baca Juga Puisi Sebelumnya: Pada Suatu Senja yang Meresahkan
Puisi Pilihan: Semesta Senja
Puisi Pilihan Lainnya: Rindu Gus Dur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H