Lihat ke Halaman Asli

Ali Musri Syam

Belajar Menulis

Perahuku Tak Sampai ke Samudera

Diperbarui: 20 Januari 2021   18:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi (depositphotos via rememberme.nl)

Perahuku Tak Sampai ke Samudera

Ketika masih kanak-kanak, aku suka membuat perahu dari kertas. Pada hari Ahad, aku memohon pada ayah untuk mengantarku ke sungai.

Sampai di tepinya; kulayarkan perahu itu.

Namun sebelum kulepaskan, aku memberinya tiang dan kuberi bendera juga dari kertas. Tiangnya terbuat dari lidi, kuambil dari pelepah kelapa yang jatuh di pinggir sungai, dan kertasnya kuberi warna merah putih.

Setelah merasa paripurna, kutaruh kapalku itu secara pelan, lalu kulepaskan dari jemari mungilku. Arusnya cukup tenang, tidak seperti pikiranku yang berkecamuk.

Perahu itu pun berlayar perlahan namun konstan, ke tengah sungai, kemudian menuju ke hilir, hingga samar di mataku, sampai akhirnya ia menghilang.

"Ia akan menuju samudera luas," kata ayah memegang pundakku. Aku begitu riang, pulang ke rumah dengan segunung harapan.

Sesampai di rumah.

Aku berkata, "Ibu, perahuku telah berlayar ke samudera". Dan ketika tiba waktunya seluruh dunia akan melihatnya;

"Kokoh di lautan dan tidak akan karam."

Aku membuatnya dengan susah payah, bahannya dari pembungkus buku paling tebal yang ibu belikan,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline