Lihat ke Halaman Asli

Ali Musri Syam

Belajar Menulis

Hujan November dan Secangkir Kopi Menjelma Kenangan

Diperbarui: 20 November 2020   00:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: echisianturi.blogspot.com / Rumah Kata Echi Sianturi

Hujan November dan Secangkir Kopi Menjelma Kenangan


Hujan Bulan ini menyapa tak mengenal waktu
Tak hirau pagi, siang, petang, malam hingga subuh
Tempiasnya terpercik ke segala ruang membelah waktu
Sejumput kabar menggelinding di sela-sela dedaunan
Di selasar rumah orang-orang
Rinai air tak henti-henti menggenang
Di jalan-jalan arus menderas
Di tanah-tanah lapang meresap, tak meninggalkan bekas.

Aku menyukai hal ketika bulir-bulir air jatuh dari langit
Perihal racikan khas kopimu yang pahit
Aroma paling kuakrabi
Menjelma kenangan mengabadi
Hujan dan kopi
Semakin kental bercampur dalam alunan melodi
Deras hujan-kental kopi meresapi
Menyatu dalam bait-bait puisi.

Kopi kau suguhkan
Menjadi memori paling mengenaskan
Ia meraung-raung dalam ingatan
Hujan kian deras
Seperti kode alam paling keras
Ia memercik - mercik; menderaskan kerinduan
Akhirnya Aku menyadari
Jalan-jalan kian terjal untuk kembali.

Balikpapan, 15 November 2020
Ali Musri Syam Puang Antong

*Puisi Sebelumnya: Majelis Rindu

*Puisi Lainnya: Lelaki di Atas Pusara Ayahnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline