Lihat ke Halaman Asli

Ali Musri Syam

Belajar Menulis

Puisi: Rindu (3)

Diperbarui: 10 Mei 2020   16:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Malam ini, Tampak langit Balikpapan pekat sekali, Seperti terlihat duka menyelimuti, Sementara kemarin dan kemarin cerah berselang berhari-hari, Rembulan tak mendedahkan wujud meski sekadar pucat pasi, Kilau kemilau bintang rasi membias terang tenggelam redup tereliminasi, Cahaya-cahaya malam tersadar diri, Seseorang menahan kalut disini.

Di sebuah bangku kayu yang runyai, duduk ia menyendiri, Pada wajahnya dipenuhi berlembar-lembar letih, Yang ia lupa melipatnya dengan rapi, Diantara gugusan pohon-pohon kenari, Ia gelisah menghunus badik, Tadi sore diasahnya dengan teliti, Lalu ia tancapkan tepat di dada sebelah kiri, Pada sebuah orang-orangan buatan petani.

Sepertinya ia begitu menahan sebuah perih, Kepedihan melunglai, menoreh jiwa laki-laki, Romannya menampakkan kegelisahan tak bertepi, Menahan kesakitan yang tak kumengerti, Di ujung jalan sepi, Ia berjanji akan menghabiskan bercangkir-cangkir kopi, Yang ia seduh berkali-kali, sebab baginya membuat kopi ia tak mahir sama sekali, ia telah kecanduan pada racikan khas sang kekasih.

Ia bertekad menanti malam berganti pagi, Menjaga kantuk menahan dingin, Sebab hangat telah pergi bersama suara-suara malam dan sepasang jangkrik, Semalam suntuk tak peduli, Ia berikrar penuh sensasi, Agar rasa rindu mendalam yang dialami, Segera berlalu menjadi mimpi-mimpi, Mimpi indah bertemu sang Maharani, Yang ia harap setia menyelami.

Balikpapan, 09.05.2020
Ali Musri Syam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline