Lihat ke Halaman Asli

Pendidikan Humanis

Diperbarui: 5 Mei 2016   16:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahasiswa FPIK UNIGA berfose bahagia di depan Kampus, Sumber Foto: Doc Alimudin Garbiz

Kita baru saja memperingati hari Pendidikan Nasional. Namun, sebuah berita mengejutkan tiba-tiba menghentak dan menusuk rasa kemanusiaan kita yang paling dalam. Meninggalnya seorang dosen karena dibunuh mahasiswanya sendiri di Medan yang terjadi Senin (2/5/2016) sungguh sangat miris dan memilukan.

Terdapat indikasi motiv pelaku karena merasa dipersulit bimbingan skripsinya, serta diancam tidak akan diberikan nilai oleh korban. Tentu saja, hal tersebut masih dalam kajian dan penyelidikan pihak kepolisian lebih lanjut. Jika saja benar motiv tersebut, memaksa kita harus mengkaji kembali bagaimana proses pendidikan yang selayaknya baik itu di perguruan tinggi dan di semua level pendidikan.

Etika Peserta Didik

Kita semua pasti merasakan menjadi peserta didik, baik itu pendidikan formal maupun non formal. Dari mulai belajar mengaji di rumah, di tempat kurus, maupuan di pesantren. Dari mulai tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi. Hakikatnya, kita merupakan pembelajar seumur hidup (long life education). Dalam bahasa agama minal mahdi ilal lahdi, Artinya setiap hari kita belajar dan akan terus menjadi pembelajar.

Banyak guru memberikan ilmu pada kita, masing-masing guru tersebut mempunyai karakter yang berbeda-beda. Ada yang lemah lembut dan penyayang. Ada juga yang tegas ataupun keras dalam mendidik, hal tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan disiplin yang baik dari peserta didik. Sebagai murid, dimana pun kita harus menghormati guru, bahkan ketika kita bertemu di jalan, kita harus menyapanya dengan sopan dan rasa hormat. Demikianlah diajarkan oleh ajaran agama, budaya dan kearifan masyarakat.

Guru atau dosen juga adalah manusia biasa yang tak luput dari salah. Banyak dari guru dan dosen yang dalam kesehariannya memang benar-benar sibuk. Apalagi banyak guru (khusunya honorer) yang harus berjibaku berjuang mencari penghasilan lain untuk kehidupannya. Begitu juga dengan dosen yang bertugas sangat banyak. UU No 20 tahun 2004 tentang Sistem Pendidikan nasional dan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menyebutkan tugas dosen meliputi pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. 

Sehingga waktu yang terbatas dibagi sedemikian rupa diantara mengajar dan memberikan bimbingan kepada mahasiswa. Kalau terdapat kekurangan pada guru atau dosen, maka kekurangan tersebut menjadi pelajaran bagi kita. Jika ada guru atau dosen yang terlalu “killer”, jangan adopsi sikap tersebut ketika kita menjadi pendidik di sekolah maupun di perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya.

Paradigma Pendidik

komprehensif-572b157d72937304080d52f3.jpg

Seorang Dosen sedang memperhatikan Mahasiswanya mengikuti Ujian Komprehensif, Sumber Foto Doc Alimudin Garbiz

Kita semua adalah pendidik, baik sebagai orangtua maupun sebagai guru dan dosen di sekolah atau perguruan tinggi. Dibutuhkan pendidik yang lebih humanis dalam bergaul dengan anak, siswa atau mahasiswanya. Dalam konteks pendidikan humanis, perlu kita renungkan beberapa hal sebagai berikut:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline