Jika mendengar kata Supervisi yang kita rasakan adalah rasa takut, justifikasi, aksi kuasa dan lain sebagainya. Supervisi sering ditempatkan sebagai sebuah proses penilaian dari orang yang "punya power" kuasa kepada orang yang kekuasaanya lebih rendah. Akibatnya yang terjadi nantinya adalah proses yang tidak seimbang, penilaian yang lahir dari kata-kata yang kurang tepat, justifikasi yang seakan-akan yang memberikan supervisi itu "sempurna" daripada yang diberikan supervisi. Namun jika jika kita melihat dari pengetahuan tentang coaching, proses supervisi itu bisa dilakukan dengan asik dan nyaman tanpa persepsi negatif dari keduanya.
Untuk itulah sebagai seorang supervisor perlu untuk mengetahui dan menguasai teknik-teknik sepervisi terlebih dalam pemilihan kata-kata yang tepat agar tidak cenderung negatif apalagi kaku dan terkesan menakutkan. Jika proses supervisi dilakukan secara kaku maka tujuan utama supervisi untuk membangkitkan motivasidari orang yang kita supervisi dari dalam hatinya sendiri tidak akan tercapai dengan baik.
Inti dari supervisi yang efektif dan bermakna adalah sebagiamana tujuan coaching yaitu bagaimana orang yang kita supervisi dapat menemukan kekurangan dan menemukan solusi sendiri dari proses supervisi tersebut selain keunggulan-keunggulan yang mereka miliki. Dalam beberapa hal kita temukan dilapangan sebagai contoh kepala sekolah melakukan supervisi kepada gurunya, kepala sekolah justru yang menyebutkan semua kekurangan yang ditemukan sesuai daftar list hasil pengamatan dia dan guru hanya taat dan mengangguk dari `proses judgement` tersebut dan inilah proses yang tidak kita harapkan.
Memberikan Kritik yang Tepat
Setiap kritik yang kita berikan kepada orang lain bukan hanya sebatas kritik tanpa kita harus ukur seberapa efektif kritik tersebut di terima oleh orng yang menerima kritik. Ada beberapa hal yang patur dipertimbangkan ketika kita memberikan kritik yaitu:
a. Harus ada standard yang jelas.
Ketika kita melakukan kritik kepada kinerja seseorang kita harus mengetahui standard apa yang kita gunakan dalam melakukan kritik, misalnya
".....jika berdasarkan menurut stnadard penilaian yang diminta ada beberapa hal yang Bapak/Ibu harus lakukan agar penampilan mengajar lebih maksimal... ".
Jangan langsung memberikan kalimat justifikasi seperti "Tadi Bapak/Ibu mengajar tidak ada tahapan `pembukaan` jadi pembelajaran kurang bagus..." jadi pemilihan diksi dan kalimat yang tepat akan mempengaruhi dari segi kenyamanan dan perubahan mindset.
b. Jangan terlalu lama dari kejadian.
Ketika memberikan kritik jangan terlalu lama dari waktu kejadian, lakukan langsung agar segera setelah kejadian berlangsung hal ini untuk menghindari asusmsi negatif dari orang yang kita kritik padahal sebelumnya sudah positif. Misalnya kritik yang kurang tepat "Semester lalu saya melihat penampilan Bapak/Ibu ketika mengajar ada yang perlu dibenahi dalam hal ....". mendengar kalimat ini orang yang kita kritik akan merasa bingung dan menimbulkan pertanyaan dalam hatinya, "Yang mana ya? " karena kejadiannya sudah lama sekali yaitu semester lalu, padahal sebelumnya setelah kejadian itu tidak ada kritik dan menimbulkan rasa percaya diri. Namun setelah belakangan ada kalimat tersebut maka timbul perasaan negatif sekan-akan mencari kesalahan yang tidak perlu.