Sebagai penduduk kadang kita merasa bahwa mempunyai kendali penuh dalam menentukan tujuan belajar bagi murid. Guru menganggap bahwa dia mengetahui apa yang tepat dan terbaik bagi murid berdasarkan pengalaman-pengalaman mengajar yang sudah dilaluinya. Sehingga ia juga merasa memiliki peran guru menjadi satu-satunya sumber pengetahuan bagi murid-muridnya. Murid cenderung mengikuti apa yang dikatakan dan diperintahkan oleh guru karena kondisi yang di bangun dan diciptakan guru memang demikian dalam proses belajarnya, "Apa yang disampaikan guru merupakan kebenaran pengetahuan dan terbaik bagi murid".
Misalnya guru meminta murid menghafal perkalian, tanggal peristiwa kemerdekaan, dan lain-lain yang sifatnya hafalan tanpa di bukakan ruang dialog apa manfaatnya dan kegunannya bagi diri murid. Mungkin benar cara yang demikian dapat menambah wawasan murid, tetapi apakah dengan menghafal kebutuhan belajar murid telah terpenuhi? apakah murid memahami apa yang ia hafalkan? dan bagaimana dia menghubungkannya dengan kehidupan? pesan Ki Hadjar Dewantara "Tuntunlah Murid Sesuai Zamannya".
Sekarang guru bukan lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan, tetapi guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran. Sumber-sumber pengetahuan kini terbuka luas akses dan beragam bentuknya. Seperti adanya mesin pencari yang menyediakan beragaram informasi yang kita inginkan. Sehingga cara menuntun dan membimbingpun sangat berbeda.
Sebagai fasilitator guru menempatkan murid menjadi subjek atau individu aktif dalam pembelajaran untuk mencari dan membangun pemahamnnya sendiri bukan sebaliknya murid dianggap sebagai objek pembelajaran atau individu pasif yang hanya tergantung dari apa yang diberikan guru. Peran guru adalah mengfasilitasi dengan baik dan benar bagiamana murid dapat membangun pemahamannya dengan maksimal.
Sebagi contoh murid ingin mengetahui hewan atau binatang apa saja yang hidup dekat di sekitarnya. Maka guru tidak langsung memberikan jawabannya tetapi membimbing murid melalui pendekatan saintifik dengan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing murid untuk dapat mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan dan membangun pemahamnnya tentang kehidupan hewan yang dekat dengannya. Semakin berkembangnya zaman maka semakin besar pula tantangan-tangangan yang dihadapi oleh guru.
Persaingan yang sang kompetitif di abad 21, saling terhubungnya negara-negara di dunia, membuat kita sebagai pendidik tidak boleh lengah dan merasa cukup dengan apa yang kita upayakan sejauh ini. Cara satu-satunya agar kita tidak ketinggalan zaman adalah menjadi pembelajar sepanjang hayat dengan terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan kita sebagai fasilitator bagi murid sesuai zamannya.
Yang lebih penting adalah penguatan kebangsaan oleh kita bersama sehingga kita dan murid-murid juga mampu konteks diri serta identitas sebagai suatu bangsa. Sebagai fasilitator pembelajaranan demikian kita dapat membantu menyiapkan murid-murid kita untuk memiliki rasa percaya diri dalam berinteraksi serta berkolaborasi warga dunia untuk memecahkan masalah-masalah global. Hal ini sulit terjadi jika kita sebagai pendidik tidak menyadari bahwa pendidikan tidak hanya mengambangkan pengatahuan berfirkir saja tetapi juga mengambangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh murid yaitu kecerdasan rasa, karsa, cipta dan karya agar muri dmenjadi manusia sutuhnya (Ki Hadjar Dewantara)
Maka kesadaran akan perubahan zaman, kesadaran akan kebutuhan belajar tidak hanya tumbuh dalam diri murid tetapi juga muncul di dalam diri kita sebagai seorang pendidik, fasilitator pembelajaran. Mungkin saja murid terhubung dengan beragam informasi dan pengetahuan yang berlimpah tetapi tidak ada tuntunan dari guru. Apakah pengetahuan yang diakses oleh murid sesuai dengan perkembangan dan fase kebutuhan belajarnya?.
Pada abad 21 ini beberapa referensi menyebutkan bahwa kemampuan memecahkan masalah, kemampuan kognitif yang kompleks, kemampuan sosial emosional, menjadi sangat penting bukan hanya bagi murid namun juga bagi guru sebagai fasilitator pembelajaran. Guru diharapkan menjadi contoh bagaimana dia mengembangkan pengetahuan-pengetahuan tersebut pada dirinya, kemudian meneruskannya dalam membantu murid untuk menguasainya. Salah satu kompetensi mendasar yang menunjang penguasaan-penguasaan kemampuan tersebut adalah kompetensi literasi: bahasa, matematika, digital, sains,finansial sehingga guru sebaiknya menjadikan komptensi dasar ini sebagai prasyarat wajib yang dikuasi murid pada abad 21.
Kompetensi murid yang juga penting untuk menghadapai abad 21 adalah kompetensi murid untuk menjadi mandiri, mengenali diri, mengidentifikasi apa yang tidak diketahui dan diketahui, strategi untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Kompetensi ini erat kaintannya dengan pola pikir pembelajar atau "growth mindset" yaitu murid mempunyai keyakinan agar terus untuk berkembang dan berprestasi dengan terus berusaha secara maksimal.
Maka pola pikir inilah yang perlu dimilik oleh guru sebagai fasilitator untuk terus mendorong proses belajar murid yang menumbuhkan pola pikir pembelajar. Salah satu contoh metode pembelajaran abad 21 yang berpusat pada murid adalah "Pembelajaran berbasis projek", guru dapat mengajak murid mengamati permasalahan dan potensi yang ada di sekitarnya kemudian guru bersama murid merancang projek yang akan dilakukan, lalu murid mencari data dan informasi dengan bimbingan guru sampai murid dapat menyampaikan dan menyimpulkan melalui media yang menurutnya sesuai. Selain itu pembelajaran projek ini juga sebagai media bagi guru untuk meningkatkan kompetensi yang dimilikinya untuk menuntun murid dalam merdeka belajar abad 21 .