Manusia sebagai ciptaan Tuhan memiliki dua bagian utama pada tubuhnya yaitu badan Jasmani (Lahir) dan Badan Rohani (Batin). Atas karunia Tuhan Yang maha Esa pula manusia memiliki akal untuk berfikir untuk merasa dan berkarya. Bersatunya pikiran, Perasaan dan kehendak dapat menimbulkan daya dan memunculkan budi pekerti yang menandakannya sebagai manusia merdeka yaitu manusia yang dapat memerintah dan menguasai dirinya atau mandiri dan itulah kodrat sebagai manusia sehingga agar manusia mengetahui kebutuhan lahir dan batinnya sendiri, kita sebagai pendidik dapat membantu murid untuk memenuhi kebutuhan keduanya agar dapat mencapai keseimbangan dalam menjalani kehidupan.
Kita tidak bisa membantu memenuhi kebutuhan hanya salah satu bagian karena badan lahir dan badan batin manusia tidak dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi. Maka pendidikan atau tuntunan seyogyanya mampu memberikan `didikan lahir` dan `didikan batin kepada murid agar terpenuhi kebutuhan kehidupan dan penghidupannya. Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan adalah "tempat persemaian benih-benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat dan daya upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti, pikiran dan jasmani".
Kebudayaan merupakan hasil budi manusia secara lahir maupun batin yang didapat dari perjuangan terhadap dua pengaruh kuat yaitu alam dan zaman. Pengembangan budi pekerti berupa pikiran (olah cipta), pengembangan budi pekerti (olah rasa, karakter), kemauan (olah karsa), jasmani (olah raga) adalah bentuk pendidikan yang holistik yang akan menuntun, bagaimana murid dapat tumbuh kembang secara baik. sekaligus menjadikannya sebagai manusia yang merdeka yaitu manusia yang bersandar atas kekuatan lahir dan batinnya sendiri dan tidak tergantung kepada orang lain. Dengan demikian memandang murid sebagai manusia secara utuh harus menjadi dasar kita menjadi seorang pendidik dalam mendampingi murid-murid menentukan tujuan belajar, merencanakan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan murid (lahir maupun batin), yang akan membantu murid-murid kita mengembangkan kekuatan lahir maupun batinnya. Sebagai pendidik kita tidak cukup hanya membantu memberikan pengajaran yang berorientasi pada penguatan keterampilan berfikir (kognitif) saja tapi juga mendampingi murid-murid untuk mengembangkan kekuatan batinnya yaitu sosial, emosi, empati, dan lain sebaginya. Misalnya guru mengampu pelajaran yang sifatnya pengetahuan, kemudian menilai murid dengan menggunakan soal pilihan ganda yang cenderung mengingat informasi yang diberikan, padahal beragam informasi pengetahuan yang diberikan dan dapat diakses dari mesin pencari dari sumber belajar lain yang ada di sekitar murid. Dapat dibayangkan ketika seorang guru memberikan soal operasi hitung bilangan jika dia hanya memberikan soal-soal dan menilai hasilnya maka mesin hitung seperti kalkulator juga bisa memproses hal demikian.
Kekuatan proses berfikir memang harus diasah dan ditingkatkan. Tetapi agar mencapai keseimbangan sebagai manusia murid juga sebaiknya dilatih dan dikuatkan kebutuhan batinnya. Dalam berkehendak menentukan tujuan batinnya, mengembangkan kerjasama, membangun empati, menghargai sesama, refleksi diri untuk mengembangkan diri dan berkonttribusi dalam lingkungan sosial. Sehingga pembelajaran yang direncanakan sesuai dengan kebutuhan murid dan ditujukan untuk memajukan perkembangan budi pekerti akan membantunya menjadi manusia-manusia merdeka. Manusia merdeka perlu memiliki modal keterampilan berfikir atau bernalar yang baik.
Kemampuan berifkir atau bernalar membutuhkan proses sepanjang hayat. Proses mengasah nalar atau keterampilan berfikir murid menurut Benjamin Bloom dan Anderson yang juga disebut level kognitif yaitu Mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisa, mengevaluasi, mengkreasi dapat difasilitasi kedalam semua jenjang pendidikan mulai dari PAUD, dasar menengah dan tinggi. Dan juga perlu bagi kita sebagai pendidik bahwa semua level kognitif dari mulai mengingat sampai mencipta/megkreasi ini dapat dicapai dalam semua jenjang pendidikan dimana pendalaman dan kompleksitas pembelajaran dapat disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak.
Beberapa ahli berpendapat bahwa proses pembelajaran murid tidak harus dimulai pada tingkat kognitif atau keterampilan berfikir yang mengingat. Tapi juga didapat diterapkan dalam pembelajaran terintegrasi dengan urutan level kognitif atau keterampilan berfikir yang cocok digunakan dalam pembelajaran. Maka tujuan pendidikan untuk mengasah nalar murid dapat terwujud sebagai bekal pengembangan pendidikan budi pekerti murid. Mari kita renungkan bersama apakah kita sudah menjadikan murid-murid kita `manusia seutuhnya` ? apakah kita sudah membantu asupan kebutuhan lahir dan batin murid? dan bagaimana cara kita mendampingi untuk megasah keterampilan bernalar murid dengan sebaik-baiknya?
Referensi:
Ki Hadjar Dewantara - Ki Hadjar Dewantara (Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka). Cetakan ke 5: 2013.
Penerbit: Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa bekerja sama dengan Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H