Lihat ke Halaman Asli

Ali Maksum

Education is the most powerful weapon.

Geliat Literasi di Kabupaten Jepara

Diperbarui: 27 Juli 2022   09:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Pada waktu liburan sekolah beberapa minggu yang lalu saya berkesempatan pulang ke kampung halaman, Kabupaten Jepara setelah beberapa tahun tidak menikmatinya. Kabupaten yang terletak di ujung pulau Jawa  bagian utara ini sudah mengalami banyak kemajuan dalam hal infrastruktur baik itu jalan, fasilitas umum bahkan tempat peribadatan seperti masjid nampak terlihat megah di kanan kiri jalan. Jika dilihat 10 tahun kebelakang atau bahkan jauh kebelakang lagi kabupaten Jepara terkenal dengan kerajinan ukir yang bahkan sampai mancanegara. Selain itu beberapa industri rumah tangga seperti tekstil, rotan, roti  dan beberapa industri lainnya yang masih dalam lingkup industri rumah tangga. Namun kini sudah mulia berubah setelah beberapa pabrik besar seperti garmen dan rotan sudah mulai memasuki Kabupaten pesisir utara jawa ini.

Masuknya industri besar tersebut dalam hal geliat ekonomi terlihat membawa dampak cukup positif seperti membawa perekonomian keluarga yang membaik. Hal ini dipicu dari banyaknya ibu rumah tangga yang sebelumnya hanya mengandalkan gaji suami namun sekarang sudah mulai mandiri bekerja di pabrik garmen. Selain positif ternyata dampak negatif juga terlihat seperti dampak sosial yang mulai muncul. Saya berkesempatan ngobrol dengan senior di Kampung, di salah satu desa di Kbupaten Jepara, Ketileng Singolelo, yang kebetulan sangat dekat dengan desa tempat tinggal saya berasal, Welahan. Beliau merupakan seorang pegiat literasi di Desa Ketileng yang merasa prihatin dengan kondisi anak-anak yang sekarang makin tidak terurus dalam pendidikan khususnya makin meninggalkan literasi baca yang beralih dengan bermain HP atau bahkan sering nongkrong di kafe. Pria yang dikenal dengan nama Edi Mustofa ini kesehariannya bekerja sablon milik sendiri yang menerima order dari beberapa perusahaan jasa di sekitar kota.

Bukan pekerjaan beliau yang ingin saya soroti namun yang membuat unik dan membuat saya kagum adalah di ruang tamu rumah joglo yang sederhana  terdapat satu rak buku yangbeliau gunakan untuk aktifitas anak-anak sekitar, mengajak mereka untuk membaca, menari dan aktifitas kreatif lainnya. Rumah baca ini beliau namakan "Rumah baca Kartini". Semangat kebangkitan ini dari wujud keprihatinan anak-anak sekitar yang makin jauh dari buku terlebih setelah ditinggal para Ibu Rumah Tangga yang bekerja di pabrik yang akhirnya aktifitas sepulang sekolah tidak termonitor dengan baik. Dengan adanya Rumah baca ini di harapkan mampu menampung dan menambah khasanah pengetahuan serta membuka literasi membaca dengan baik di desa sekitar.

dokpri

dokpri

dokpri

Menurut cerita beliau tentang manfaat rumah baca yang beliau dirikan, salah satu dampak yang terjadi dan nyata adalah perubahan ekonomi yang dialami oleh salah satu warga yang sebelumnya meminjam buku dari beliau. Salah satu warga tersebut berhasil mengembangkan peternakan kolam Lele yang sekarang sangat besar dan membanggakan di Kota Jepara bahkan menjadi rujukan pembelajaran dari berbagai kota di sekitar Jepara. Sebelumnya sang pemilik meminta di carikan buku tentang peternakan lele yang akhirnya dipraktikkan dan hasil dari membaca tersebut ternyata mampu mengubah ekonomi keluarga dan membanggakan semua orang. Semangat inilah yang ingin beliau bangun dan sebarkan  bahwa manfaat membaca tidak hanya membuka cakrawala pengetahuan namun juga dapat mengubah cara pandang dan justru mengubah nasib seseorang akibat dari berubahnya mindset sebelumnya.

Pergerakan yang mulia ini seharusnnya didukung oleh banyak pihak baik dari tingkat desa maupun kabupaten. Dukungan ini dapat berupa buku-buku yang ramah anak, buku keterampilan hidup untuk warga dan juga tentunya fasilitas tempat yang lebih luas dan laik untuk aktifitas anak-anak. Kenapa demikian? Jika dampak tersebut meluas yang diuntungkan bukan hanya warga sekitar namun tingkat literasi membaca tingkat kota juga akan membaik dan bahkan akan mendorong ekonomi warga Jepara.

Kepedulian warga seperti kak Edi tidak semuanya orang memilikinya, hal ini bisa muncul jika seseorang telah menikmati manfaat lebih dari kegiatan literasi. Saya sendiri kagum dengan pengetahuan yang dimiliki kak Edi. Beliau tidak pernah menikmati bangku kuliah namun pengetahuan yang dimiliki setara dengan orang kuliah atau bahkan bisa saya katakan melebihi orang kuliah. Hal tersebut bisa saya dalami ketika kami berdiskusi keislaman tentang sejarah Islam. Hal ini tentunya berangkat dari hobi membaca yang bahkan mungkin setingkat orang yang berpendidikan tinggi pun jarang menggeluti hobi ini. 

Menilik kembali tentang literasi membaca Indonesia, negara kita hanya mempunyai minat baca 0.001 persen. Jika dilihat dari Program for Internatinyaonal Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah. Semangat literasi dari akar rumput seperti yang dilakukan Kak Edi merupakan kunci pergerakan literasi di negara kita karena menyentuh langsung dari generasi bangsa kita. Negara tentunya juga berperan aktif dalam mendukung berbagai fasilitas dan kemudahan agar literasi kita makin membaik.

Dukungan masyarakat sekitar dapat berupa sumbangan buku berkualitas, ikut berperan aktif dalam aktifitas rumah baca atau dukungan lain yang dapat menumbuhkan semangat agar terwujud impian bersama. Semoga akan muncul genarasi bangsa yang peduli dan turut menyumbangkan hal positif bagi berbaikan literasi negara kita, aamiin.
 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline