Lihat ke Halaman Asli

Ali Maksum

Education is the most powerful weapon.

Pak Sumitro

Diperbarui: 21 Januari 2022   06:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tenda hijau itu masih berdiri menaungi pelataran sudut rumahnya. Sampah plastik air minum dan ceceran nasi masih belum sempat di bersihkan setelah pesta semalaman suntuk.  Terlihat laki-laki berperawakan sedang dengan kaos oblong putih dan berkumis tipis sedang ngobrol dengan salah seorang di sudut rumah. 

Dialah pak Sumitro kepala desa terpilih yang baru saja menggelar pesta. Pak Sumitro dikenal sebagai tokoh agama ternama dan berhasil mendapatkan massa dari pencalonannya. Paling tidak warga desa mengenalnya sebagai sosok yang alim.

"Tuhan telah mengamantakan jabatan ini, saya harus membangun desa" ujar pak Sumitro dengan bibirnya yang menghitam akibat rokok menahun. 

Pak Hardi, laki-laki yang diajak bicara hanya manggut-manggut karena Pak Sumitro adalah junjungan yang dia hormati. "Sudah sepatutnya pak" sahut hardi. Dengan kepala menunduk hormat.

"Pak Hardi, kumpulkan orang-orang kita dan segera susun program desa dan selanjutnya kita akan eksekusi segera"   

"Baik pak, nanti sore langsung saya kumpulkan mereka" Di tengah asiknya mereka ngobrol  tiba-tiba datang wanita paruh baya membawa nampan dan makanan ringan sisa pesta semalam. 

Nampan yang berisi dua gelas kopi hitam dan sebungkus rokok, meskipun pak Hardi bukanlah seorang perokok. 

"Maaf mengganggu lho, ayo ngopi dulu sambil ngobrol, terima kasih lho pak Hardi telah membantu suami saya " kata wanita itu memotong pembicaraan mereka. Ibu Hilda istri Sumitro. Istri muda yang dia pertahankan yang akhirnya menuai cerai dari istri tua sebelumnya.

"Terima kasih bu Hilda atas kopinya. Kesuksesan ini berkat tim sukses juga " sahut pak Hardi dengan senyum renyah mendapat sanjungan dari istri kepala desa terpilih.

Desa Sukasakti merupakan desa yang jauh dari kota terlebih dari kabupaten sebagai pusat pemerintahan. Mereka harus menyeberangi hutan belantara dengan medan yang sangat sulit berjarak ratusan kilometer. 

Untuk pengurusan administrasi mereka harus berhubungan dengan calo dengan biaya mahal. Pengurusan KK yang dari pemerintah gratis namun akhirnya harus mengeluarkan dana lima puluh ribu rupiah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline