Snouck Hurgronje merupakan ilmuwan yang berkontribusi dalam ilmu sejarah dan antropologi. Beliau dilahirkan pada 8 Februari 1857 di di Oosterhaut, Belanda dari pasangan bernama Ds JJ.Snouck Hurgronje dan Anna Maria de Visser.[1] Karena orang tuanya seorang pastur, maka sedari kecil Snouck sudah beragama Nasrani.
Namun dirinya merasa tertarik dengan Islam. Snouck menyelesaikan pendidikan doktornya dengan mengangkat judul Het Mekkansche Fest pada disertasinya dan berhasil meraih gelar yudicium cumlaude pada tanggal 24 November 1880.[2] Snouck menyelesaikan disertasinya dengan bantuan sumber tekstual yang mulanya dari kitab-kitab yang merujuk pada ajaran islam seperti Al quran. [3]
Karena ketertarikannya pada islam, snouck juga pernah mengaku berpura pura beragama islam demi dapat menilik jamaah haji secara langsung di tanah suci. Demi kelancaran misinya ini ia mengaku sebagai Abdul Gaffar dan berteman dengan banyak ulama disana. Dari jalur inilah Snouck mempelajari banyak hal disana seperti belajar Bahasa Arab dan memperdalam Bahasa Melayu. Berdasarkan pengalamannya di Mekah, Snouck menganalisis bahwa umat islam Hindia memiliki sifat fanatic terhadap perlawanan kepada Belanda. Maka dari itu setelah dari Mekah, ia putar balik ke Leiden untuk mengajar. Pada tahun 1855 Snouck mau tidak mau harus angkat kaki dari Mekah karena mendapatkan beberapa masalah[4].
Mengenai penulisannya, Snouck menggunakan pendekatan fenomenologi dalam beberapa karyanya terutama penulisan tentang sejarah Islam. Fenomenologi itu sendiri bermakna sebagai ilmu mengenai hal-hal yang terlihat atau tampak. Lebih jelasnya, fenomenologi disini merupakan sebuah pendekatan filsafat yang bertumpu pada analisis terhadap gejala yang membanjiri kesadaran manusia. [5]
Cendekiawan sekaligus sang orientalis ini menulis beberapa buku dan karya tulis salah satunya yakni De Atjeher atau Atjeh Verslag. Buku ini ditulis sesuai dengan hasil observasi dan penelitiannya yang memakan waktu selama dua tahun. Snouck melaksanakan perjalanan ke Nusantara pada tanggal 1 April 1889. Namun Snouck hanya bisa tinggal di Aceh selama dua tahun sesuai surat perizinan yang pertama. Meskipun begitu, Snouck mempelajari lebih dalam mengenai masyarakat Aceh dalam segi sosial antropologis agama Islam. Hasil penelitian tersebut juga membawa ia kembali ke Aceh guna melaksanakn penelitian lanjutan sampai yang ketiga. Pada saat itu Snouck bekerja dibawah kekuasaan Gubernur Militer wilayah Aceh yakni Van Heutsz.
Kemudian pada tahun 1892 Snouck kembali ke Batavia. Tepatnya pada tanggal 23 Mei 1892 Snouck Hurgronje menerangkan laporan penelitiannya yang memiliki judul Atjeh Verslag kepada pemerintah kolonial Belanda. Kemudian laporan tersebut terbit menjadi buku yang berjudul De Atjeher yang terbit dua jilid yaitu pada 1893 dan 1894. [6] Buku ini membantu pihak Belanda terutama Gubernur Aceh saat itu yakni Joannes Benedictus Van Heutsz dalam pelaksanaan agersi kolonialisasinya. [7] Buku ini juga berisi hal hal penting diantaranya mengesampingkan golongan Keumala (Sultan yang berkedudukan di Keumala) danpengikutnya ; selalu menyerang serta menghantam kaum ulama; hendaknya jangan mau mengikuti ajakan berdiskusi dengan para pemimpin gerilya ; membangun pangkalan tetap di Aceh Raya ; dan memperlihatkan niat baik Belanda kepada rakyat Aceh, melalui cara membangun masjid, irigasi, memperbaiki jalan, dan membantu pekerjaan sosial masyarakat Aceh. [8]