Oleh : Muhammad Ali Husein
Kadept Kastrat KAMMI Kathoza 2013
Melanjutkan tulisan Saya di http://metro.kompasiana.com/2013/06/12/ini-dia-alasan-pemerintah-mengurangi-subsidi-bbm-568007.html Sebelum pembahasan APBN-P 2013 di DPR, Pemerintah selalu berdalih untuk mengurangi subsidi BBM karena membebani APBN Indonesia. Permasalahan ini tidak hanya terjadi di tahun 2013, namun juga pernah terjadi pada bulan April tahun 2012.
Alasan-alasan yang dikemukakan cenderung klasik, dengan dibentengi beban subsidi yang besar di APBN. Tahun anggaran 2013 sudah berjalan 6 bulan, memang pada Kuartal I APBN 2013 sudah menjadi bahasan Pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM, namun hingga 6 bulan berjalan belum ada keputusan konkrit mengenai kejelasan subsidi BBM.
Ditambah dalih Pemerintah yang dinilai tidak jelas, membuat publik geram karena Pemerintah dinilai lelet dalam menetapkan suatu kebijakan populis. Berikut alasan-alasan Pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM :
Pertama, Defisit APBN 2013 semakin besar, sebanyak Rp 153 T, jauh melebihi pagu defisit APBN di tahun anggaran 2012 yang kala itu mencapai Rp 146 T. Jika dibiarkan terlalu lama, bisa semakin membebani APBN. Defisit yang selalu membesar dari tahun ke tahunnya harus ditekan agar tidak membebani hutang negara yang sudah mencapai Rp 2.023 T di tahun 2013. (http://finance.detik.com, Kamis 16 Mei 2013)
Kedua, Terjadi defisit APBN di Kuartal I per Maret 2013, defisit yang terjadi sebesar Rp 17,1 T. Sangat jarang terjadi defisit di Kuartal I APBN, biasanya di tahun-tahun sebelumnya belum terjadi defisit Kuartal I yang besar, pada tahun anggaran 2012 defisit Kuartal I APBN sebesar Rp 8 T, defisit ini masih lebih kecil jika dibandingkan defisit Kuartal I tahun anggaran 2013. Hal ini terjadi karena tidak optimalnya penyerapan pajak dan pengeluaran subsidi yang besar.
Ketiga, terjadi pelonjakan subsidi BBM dari APBN 2012 ke APBN 2013. Subsidi BBM pada APBN-P tahun anggaran 2012 adalah sebesar Rp 137 T atau setara dengan 40 juta Kiloliter, namun kuota akhir dari jumlah subsidi BBM pada tutup anggaran di tanggal 28 Desember 2012 adalah sebesar Rp 211,9 T. Pada tahun anggaran 2013, kuota BBM bersubsidi di APBN 2013 adalah sebesar Rp 193 T atau setara dengan 46,01 juta Kiloliter. Jumlah ini masih lebih sedikit daripada realisasi subsidi di tahun anggaran 2012, kemungkinan bertambahnya subsidi di tahun 2013 mengharuskan Pemerintah merancang pembatasan subsidi di APBN-P 2013.
Keempat, jika subsidi tidak ditekan, maka bisa membuat neraca perdagangan ekspor impor defisit. Neraca perdagangan ekspor impor harus berimbang agar menjaga kestabilan ekonomi makro Indonesia agar tidak berdampak ke fiskal, namun kebutuhan BBM domestik yan melonjak mengharuskan Pemerintah senantiasa mengimpor BBM untuk memenuhi kuota dalam negeri. Membludaknya impor yang tidak dibarengi dengan ekspor bisa membuat neraca perdagangan ekspor impor defisit, hal ini tidak baik untuk fiskal, maka harus ada pengurangan subsidi BBM agar bisa menekan daya beli masyarakat terahadap BBM.
Alasan-alasan itu hanyalah dalih Pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM, padahal dibalik logika-logika Pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM tersebut, tersimpan sebuah kebohongan besar terhadap rakyatnya, berikut bantahan terhadap alasan Pemerintah yang ingin mengurangi subsidi BBM :
Pertama, Pemerintah berdalih dengan menaikan harga BBM menjadi Rp 6.500/ liter bisa menghemat anggaran subsidi Rp 30 T di APBN. Fakta di RUU APBN-P 2013 yang dirancang Pemerintah, alih-alih menekan dan menghemat anggaran subsidi sebesar Rp 30 T, namun malah menambah anggaran subsidi Rp 40 T dengan rincian kenaikan subsidi BBM sebesar Rp 16,1 T dari Rp 40 T. Bukannya menghemat subsidi namun malah menambah subsidi dengan menambah Rp 40 T.