Surat Terbuka
Yth. Tim Kampanye Pasangan
Calon Presiden dan Wakil Presiden
Bapak Ibu para politisi yang saya hormati. Jujur beberapa hari ini saya ikut terusik dengan perdebatan adanya ketetapan KPU yang menyatakan penderita disabilitas gangguan jiwa mempunyai hak suara dalam Pemilu 2019.
Perkenalkan, saya Ali Kusno umur 35 tahun tinggal di Samarinda. Alhamdulilah saya menulis ini dalam kondisi sehat jiwa raga. Saya menulis ini mewakili perasaan orang-orang yang beberapa hari ini kalian gunjingkan sebagai 'orang gila'. Saya menulis ini sebagai bentuk penyuaraan penyandang disabilitas gangguan jiwa di Indonesia. Saya menulis ini menyuarakan kegelisahan keluarga-keluarga mereka yang enggan bersuara.
Bapak Ibu para politisi yang sibuk mencari sensasi. Bapak saya sudah sejak tahun 2003 menderita gangguan kejiwaan. Masuk rumah sakit jiwa sudah tidak terhitung. Saya sering menemani di rumah sakit jiwa kalau Bapak sedang dirawat. Alhamdulillah, saat ini Bapak saya dalam kondisi sehat. Bersosialisasi dengan masyarakat. Sesekali ke sawah. Sholat jamaah di masjid. Bapak saya juga sangat suka menonton berita di televisi. Termasuk menonton tingkah polah kalian. Bapak saya tentu menonton di televisi bagaimana kalian berargumen tentang hak pilih bagi penderita disabilitas gangguan jiwa. Perlu kalian tahu, dulu waktu Bapak sebelum sakit suka bicara politik seperti kalian.
Bapak Ibu yang super waras. Perkenankan saya menyampaikan beberapa unek-unek. Pertama, Saya mau menyentil penggunaan diksi 'gila' yang beberapa hari ini naik daun berseliweran di televisi, koran, media massa daring, juga di media sosial. Asal mulanya tentu dari kalian para politisi yang kemudian dimuat media massa dan disebarluaskan para pemuja di media sosial dengan menyebarkan beragam video dan foto para penderita ODGJ untuk kalian jadikan bahan 'candaan' politik. Tidak usah menunduk, sudahlah ngaku saja.
Kalian harus tahu, penyebutan dengan diksi itu sangatlah menyakitkan. Menyakitkan bagi penderita, menyakitkan pula bagi keluarga. Kalian yang dengan begitu enteng menyebut 'orang gila'.
Perlu kalian tahu, tidak semua penderita gangguan kejiwaan itu permanen. Seperti yang kalian bayangkan, maaf, berjalan tidak menggunakan baju ke sana ke mari. Kami haram menyebut mereka 'gila'. Kami menyebut mereka ODGJ, Orang Dengan Gangguan Jiwa. Banyak mereka yang sudah sembuh dan berjuang untuk kesembuhan. Jadi, bapak ibu politisi, media massa, dan netizen, bijaklah memilih kata.
Kedua, tim pemenangan salah satu pasangan capres cawapres, yang merasa dirinya waras, mempersoalkan hak suara bagi penyandang ODGJ. Menurut kalian, orang yang mengalami gangguan jiwa bisa asal-asalan mencoblos dan tidak mengetahui siapa yang mereka pilih. Menurut kalian, jika ODGJ diberi hak pilih, hasil Pemilu bisa diragukan kualitasnya.
Menurut kalian, bila ODGJ memilih bisa terjadi pelanggaran azas Pemilu jujur dan adil. Menurut kalian, orang dengan gangguan kejiwaan tidak seharusnya diberikan hak pilih. Menurut kalian, pemberian hak pilih kepada ODGJ akan memberi peluang terjadinya manipulasi. Kotor sekali pikiran kalian. Beranggapan hak suara ODGJ akan diarahkan atau diwakili untuk memilih partai atau paslon tertentu karena tidak sadar apa yang mereka lakukan.