Lihat ke Halaman Asli

ALI KUSNO

Pengkaji Bahasa dan Sastra Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur

Mario Teguh Bukan "Penjual Kopi"

Diperbarui: 22 September 2016   21:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mario Teguh (kiri) Ario Kiswinar Teguh (kanan) (medan.tribunnews.com/Ist)

Sesempurna-sempurnanya gading pasti ada retaknya.

Demikian juga cintamu.

Bersabarlah.

Anda pasti sudah bisa menebak siapa perangkai kata-kata mutiara tersebut. Tepat. Mario Teguh. Hari-hari ini publik dibuat kaget dengan masalah yang membelit Sang Motivator. Mario Teguh tengah mendapat tekanan besar perihal kehidupan pada masa lalunya. Seperti banyak diberitakan, Pak Mario tidak mau mengakui kalau Kiswinar adalah putranya. Bersama dengan itu pula bermunculan cerita miring masa lalu Mario Teguh. Mau tidak mau hal itu menjadi konsumsi publik. 

Beragam hujatan pun datang. Hal itu memunculkan aneka persepsi negatif tentang Mario Teguh. Tentunya itu bertentangan dengan citra diri Mario Teguh selama ini. Sosok sempurna. Kata-katanya inspiratif. Penuh motivasi. Yang gundah bin galau bisa kembali sumringah. Yang baru putus cinta bisa segera move on.

Ekspektasi masyarakat terhadap Mario Teguh memang begitu tinggi. Bahwa kehidupan Mario Teguh sesempurna untaian kata yang disampaikan. Seolah ada kewajiban bagi Sang Motivator, segala tindakannya harus seindah kata-kata yang disampaikan.

Ada yang menarik dalam tulisan kolom salah satu redaktur Kompas, Bambang Priyo Jatmiko. Mario Teguh dan Ironi Masyarakat Urban(14/9). Bambang menganggap pandangan masyarakat yang seperti itu salah kaprah. Bambang menganalogikan dengan seorang penjual kopi enak yang didatangi ratusan pelanggan tiap hari.

Belum tentu si pedagang kopi suka minuman tersebut. Bisa saja asam lambung si pedagang akan kumat ketika dia menyeruput kopi. Di sinilah posisi konsumen. Dia berhak mendapatkan sesuatu dari produsen untuk memenuhi kebutuhannya. Konsumen berhak puas. Namun demikian, konsumen tak berhak untuk memaksa si penjual menyenangi barang-barang yang dijualnya.

Bagi Bambang, masyarakat tidak berhak menuntut para motivator berperilaku seperti apa yang disampaikannya dalam ceramah, talkshow, serta yang ditulis dalam buku. Semua yang disampaikan para motivator pada dasarnya adalah komoditas yang diproduksi untuk memenuhi permintaan pasar.

Bukan Komoditas

Analogi penjual kopi yang disampaikan tersebut rasanya kurang pas. Motivator dan materi yang disampaikan bukanlah komoditas. Motivator layaknya seorang pendakwah lintas agama. Pesan yang disampaikan pada dasarnya penuh nilai-nilai kebaikan. Penunjuk arah bagi seseorang dalam menghadapi permasalahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline