Lihat ke Halaman Asli

Film Dirty Vote, Pastikan Kalian Menonton Sebelum Pemilu 2024 Berlangsung!

Diperbarui: 12 Februari 2024   06:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiga tokoh Dirty Vote (Instagram/bivitrisusanti)

Pemilihan Umum (Pemilu) Sebentar lagi akan dilaksanakan pada Rabu (14/2/2024). Mendekati hari pencoblosan, hadir film Dirty Vote yang diperankan oleh tiga ahli hukum yaitu Bivitri Susanti, Zainal Mochtar Arifin, dan Feri Amsari. Ketiga pakar hukum tersebut menceritakan bahwa telah banyak terjadi penyalahgunaan kekuasaan menjelang pemilu 2024 ini.

Penjelasan pertama diawali oleh Mochtar Zainal Arifin yang Menunjukkan Survei Pasangan Calon (Paslon) 02 lebih unggul dari Paslon 01 dan 03. Serta video orasi Prabowo Subianto bahwa akan menang 1 putaran. 

Dilanjut, dengan data pilkada DKI Jakarta pada 2017 dimana ada tiga paslon yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Basuki Tjahaja Purnama, dan Anies Rasyid Baswedan. 

Dari data tersebut, pada putaran pertama dimenangkan oleh Anies dan Basuki, dimana Anies Baswedan berada di bawah Basuki Tjahaja Purnama yaitu 40% dan 43% hanya selisih 3%. 

Sedangkan AHY hanya meraup suara 17% sehingga dilanjut putaran kedua yang kemudian dimenangkan oleh Anies Baswedan 58% dan Basuki 42%, hal ini seakan-akan menjumlahkan suara Anies dan AHY  pada saat itu. Zainal juga menjelaskan setidaknya terdapat empat wewenang dan potensi kecurangan kepala desa yaitu 1. 

Data pemilih 2. penggunaan dana desa 3. Data penerima Bansos, Program keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan 4. Wewenang alokasi Bantuan Sosial (Bansos). 

Zainal melanjutkan dengan menjelaskan kecurangan yang dilakukan ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Antara lain kasus wanita emas pada April 2023, kasus keterwakilan perempuan pada Oktober 2023, hingga kasus pencalonan anak presiden pada Februari 2024.

Dilanjut keterangan feri Amsari mengenai pasal 6A ayat (3) UUD 1945. Dimana syaratnya adalah mendapatkan suara lebih dari 50% suara, Menang di 20 Provinsi, dan di setiap provinsi harus memenangkan 20 suara minimum di setiap provinsi.

Penjelasan dilanjut oleh Bivitri Susanti yang menjelaskan bahwa Bansos bukan bantuan politik atau pejabat. Melainkan, penerapan sila ke-5 Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bivitri juga menjelaskan mengenai etik Mahkamah konstitusi yang menjadi puncak permasalahan demokrasi saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline