Berdasarkan pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, narapidana adalah orang yang menjalani hukuman karena tindak pidana. pengertian tersebut mengandung arti bahwa narapidana adalah seseorang yang telah divonis bersalah dan memiliki kekuatan hukum yang tetap berdasarkan putusan Pengadilan.
Selanjutnya narapidana diberikan pembinaan baik kepribadian maupun kemandirian sebagai upaya memperbaiki prilaku jadi lebih baik dan mempersiapkan narapidana sebelum diintegrasikan dalam bentuk pembekalan keterampilan (life skill) karena bagaimanapun atau seburuk apapun atau sesalah apapun narapidana, Negara tidak berhak membuat seorang narapidana menjadi lebih buruk dari sebelumnya.
Selama menjalani masa hukumannya, seorang narapidana harus secara berangsur-angsur diperkenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
Merujuk pada Undang undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan bahwa penyelenggaraan pemasyarakatan bertujuan agar Warga Binaan Pemasyarakatan menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Seorang terpidana melakukan suatu tindak pidana hingga kemudian menjalani hukuman di dalam Rutan atau Lapas, tentunya memiliki latar belakang.
Namun antara perkara satu dengan perkara lain, antara individu satu dengan individu lainnya tentu tidak bisa disamakan dalam hal latar belakang terjadinya tindak pidana. Latar belakang tindak pidana perlu digali dan diketahui guna menilai karakteristik dari narapidana dan melihat persoalan dari hulu hingga hilir.
Bisa jadi seseorang melakukan tindak pidana karena kelalaian orang lain, karena keterpaksaan, karena ketidak tahuan dan seterusnya sehingga latar belakang yang telah diketahui dapat dijadikan pertimbangan atas berat ringannya suatu hukuman atau interfensi penyelesaian tindak pidana.
Terkait penyelesaian tindak pidana, saat ini sistem hukum Indonesia sedang mengarah pada perubahan paradigma atau pola pemidanaan yang awalnya bersifat keadilan retributif yakni pembalasan atau penghukuman kepada pelaku menuju keadilan restoratif yakni pemulihan pada keadaan semula dengan menitikberatkan pada korban.
Paradigma atau pemidanaan tersebut memberikan alternatif pemidanaan dengan mempertimbangakan latar belakang tindak pidana dan berat ringannya perbuatan.
Penulis merupakan seorang Pembimbing Kemasyarakatan, salah satu JFT di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM, telah ratusan kali melakukan penggalian data secara langsung kepada sistem sumber yakni narapidana terkait dengan latar belakang terjadinya tindak pidana yang kemudian produk hukum yang dikeluarkan dalam bentuk Penelitian Kemasyarakatan (Litmas).
Dalam Pasal 57 ayat (2) Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak Nomor 11 tahun 2012 bahwa Penelitian Kemasyarakatan berisi data pribadi Anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial, latar belakang dilakukannya tindak pidana, keadaan korban dalam hal ada korban dalam tindak pidana terhadap tubuh atau nyawa, hal lain yang dianggap perlu dan kesimpulan dan rekomendasi dari Pembimbing Kemasyarakatan.