Lihat ke Halaman Asli

Alifia Nurul Izzah

Alifia Nurul Izzah

Bolehkah Hadis Dhoif Dijadikan Hujjah?

Diperbarui: 14 Juni 2021   08:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bolehkah Hadis Dhoif Dijadikan Hujjah? | pexels

Hadis dho'if merupakan hadis yang memiliki kriteria tidak memenuhi salah satu dari kriteria hadis shahih maupun hadis hasan. Hadis dho'if ini terjadi karena tidak terpenuhinya salah satu unsur-unsur, diantaranya: Sanadnya terputus, periwayatnya tidak adil, periwayatnya tidak dhabit, mengandung syadz dan mengandung illat.

Hadis dho'if  ada 2 tingkatan, yang pertama adalah dho'if yang sangat lemah dan yang kedua adalah dho'if yang tidak terlalu lemah. Di dalam tingkatan ini terdapat 2 macam keadaan yang menyebabkan hadis itu menjadi lemah.

Yang pertama adalah dari segi keterputusan sanad, dan yang kedua dho'if karena cacatnya rowi (tercatatnya seorang rowi atau beberapa rowi).  Hadis dho'if sendiri terbagi menjadi 5 macam menurut ketersambungan sanadnya, yaitu: Hadis Muallaq, hadis mursal, hadis munqath'i, hadis mu'dhal dan hadis mudalllas.

Baca juga: Adab-adab Periwayatan Hadits

Salah satu hadis dho'if karena terputusnya sanad adalah hadis muallaq. Hadis muallaq menjadi salah satu hadis dho'if  yang tertolak karena mengandung sanad yang digugurkan, sehingga para perawinya tidak diketahui secara pasti, baik secara adil maupun dhabitnya. Akan tetapi, jika sanad yang digugurkan dalam hadis muallaq tersebut disebutkan oleh perawi lain dengan menyebutkan sanadnya secara lengkap dan sempurna, maka hadis muallaq itu bisa terangkat menjadi hadis shahih dan dapat dijadikan sebagai hujjah.

Khusus untuk hadis muallaq yang terdapat di dalam shahih bukhari, ada sekitar 1341 buah hadis yang digolongkan sebagai hadis muallaq. Tetapi sebenarnya hadis muallaq di dalam shahih bukhari tidak murni karena keterputusan sanad, namun sebenarnya disebutkan di dalam sanad lain dalam shahih bukhari juga. Jadi di bagian lain sudah disebutkan sanadnya secara lengkap, tidak ada yang terputus dan tidak ada yang dihilangkan. namun karena memang disengaja oleh Imam Bukhari untuk dihilangkan. Penghilangan itu menurut Imam Bukhari dalam muqaddimahnya adalah untuk meringkas agar lebih efisien.

Baca juga: Ilmu Rijal al-Hadits pada Studi Sanad Hadits

Status kehujjahan hadis dho'if sendiri pada dasarnya adalah tertolak(tidak boleh diamalkan) bila dibandingkan dengan hadis shahih mapun hadis hasan. Namun para ulama' melakukan pengkajian ulang terhadap kemungkinan dipakainya atau diamalkannya hadis dho'if, sehingga terjadi perbedaan pendapat.

Pendapat yang pertama adalah pendapat menurut Imam Bukhari Muslim, Yahya Bin ma'in, mengatakan bahwa hadis dho'if tidak boleh diamalkan sama sekali, baik itu dalam persoalan akidah maupun dalam hukum-hukum fikih, seperti: Targhib wa tarhib, maupun fadhoilul amal. Sedangkan pendapat kedua menurut kebanyakan ahli fikih, Seperti Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'I, Imam Malik, Imam Ahmad, mereka memperbolehkan mengamalkan dan memakai hadis dho'if secara mutlak, jika tidak didapatkan hadis lain dalam permasalahan yang sama. Namun pendapat yang paling terkenal dalam hal ini adalah pendapat Imam Ahmad. Imam Ahmad mengatakan bahwa hadis dho'if yang bisa digunakan adalah hadis dho'if yang hasan (hadis yang tidak terlalu lemah).

Baca juga: Sikap Para Ulama terhadap Hadis Dhaif (Lemah)

Pendapat ketiga yaitu sebagian ulama memperbolehkan  untuk mengamalkan serta memakai hadis  dho'if dengan catatan, yang pertama khusus dalam hal targhib wa tarhib ( Motivasi beramal dan ancaman bila bermaksiat), yang kedua adalah Fadhoilul Amal (fadhilah-fadhilah amal). Sedangkan untuk masalah akidah dan hukum halal-haram itu tidak boleh digunakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline